Waswas Menyantap MBG

Warga Kulon Progo Mulai Ragukan Program MBG, Ada yang Setuju Pelaksanaannya Dihentikan

Di Kulon Progo sendiri setidaknya sudah dua kali terjadi kasus keracunan akibat makanan dari program besutan Presiden Prabowo Subianto tersebut.

|
Penulis: Alexander Aprita | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUN JOGJA/Alexander Ermando
MAKAN BERGIZI GRATIS - Pelajar SDN 2 Sentolo, Kulon Progo menikmati jatah Makan Bergizi Gratis (MBG), Rabu (07/05/2025). 

TRIBUNJOGJA.COM, KULON PROGO - Kasus keracunan makanan akibat mengonsumsi menu Makan Bergizi Gratis (MBG) kian marak ditemukan di berbagai daerah.

Di Kulon Progo sendiri setidaknya sudah dua kali terjadi kasus keracunan akibat makanan dari program besutan Presiden Prabowo Subianto tersebut.

Berbagai kejadian tersebut membuat para orangtua pelajar mulai mempertanyakan program tersebut.

Seperti Runi, orangtua pelajar asal Kapanewon Wates.

"Sekarang MBG diragukan apakah masih diperlukan," katanya dihubungi pada Minggu (21/09/2025).

Keraguan Runi muncul karena belakangan ini menu makanan yang diberikan dinilai tak sesuai selera anak.

Warga Karangwuni Kulon Progo Gelisah Bertahun-tahun Menunggu Kejelasan JJLS

Mereka bahkan memilih untuk tidak memakannya sama sekali dan dibungkus untuk dibawa pulang.

Kualitas makanannya pun juga diragukan karena saat tengah hari kondisinya sudah mulai basi.

Kondisi tersebut membuat makanan yang dibuat menjadi sia-sia.

"Menurut saya mending dievaluasi dulu pelaksanaannya, dari pemilihan bahan hingga proses pengolahannya," ujar Runi.

Baca juga: Sekolah di Kulon Progo Klaim Tak Ada Permintaan dari SPPG untuk Rahasiakan Kasus Keracunan

Ia pun menyarankan menu MBG sebaiknya diganti yang lebih sederhana seperti telur rebus, susu, hingga kacang hijau.

Selain lebih terjangkau, kandungan gizinya juga jelas serta tidak mudah basi.

Beda cerita dengan Kumala, orang tua pelajar asal Kapanewon Temon. Ia terang-terangan setuju jika program MBG dihentikan dan dievaluasi skema pelaksanaannya.

"Mungkin bisa dengan skema menyalurkan anggaran ke sekolah agar dikelola sendiri lewat dapur sekolah atau kantin," jelasnya.

Kumala juga menilai perlu ada kurasi yang ketat pada makanan yang hendak disajikan.

Sebab di beberapa kasus, pelajar hanya mendapatkan makanan olahan seperti biskuit hingga susu kemasan yang kandungan gizinya terbilang minim.

Melihat anggaran yang begitu besar untuk MBG, ia berpandangan akan lebih baik uang negara tersebut dialihkan untuk program yang lebih nyata manfaatnya.

Kalaupun tetap dijalankan, maka bisa difokuskan di daerah yang memang lebih membutuhkan.

"Harus dilakukan pembenahan agar lebih tepat sasaran dan tidak asal dalam mendistribusikan makanan," kata Kumala.(*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved