Pesan Sri Sultan HB X Saat AOCNR 2025: Kemanusiaan Jadi Unsur Vital

Hal ini diungkapkan Sri Sultan HB X dalam sambutannya pada Opening Ceremony The 6th Asia Oceanian Congress of NeuroRehabilitation (AOCNR) 2025

Penulis: Miftahul Huda | Editor: Muhammad Fatoni
Dok Humas Pemda DIY
PERTEMUAN PAKAR: Pembukaan The 6th Asia Oceanian Congress of NeuroRehabilitation (AOCNR) 2025 yang digelar bersama PIT PERDOSRI XXIV di Sleman, Kamis (4/9/2025). Kongres internasional ini mempertemukan pakar Asia-Oseania untuk berbagi inovasi di bidang neurorehabilitasi. 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X mengungkapkan, dari sudut pandang filosofis, neurorehabilitasi adalah wujud nyata dari pepatah Jawa 'nguwongke', yakni memanusiakan manusia. 

Di balik kemajuan ilmu kedokteran, teknologi digital, dan kecerdasan buatan yang membuka horizon baru dalam neurorehabilitasi, aspek teknokratis ini tidak boleh membuat dimensi kemanusiaan dilupakan.

Hal ini diungkapkan Sri Sultan HB X dalam sambutannya pada Opening Ceremony The 6th Asia Oceanian Congress of NeuroRehabilitation (AOCNR) 2025 yang digelar bersama Pertemuan Ilmiah Tahunan Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Indonesia XXIV (PIT PERDOSRI XXIV), Kamis (04/09), di Ballroom The Alana Yogyakarta Hotel & Convention Center, Sleman, DI Yogyakarta. 

Acara yang diselenggarakan pada tanggal 3-7 September 2025 ini menjadi forum ilmiah internasional yang mempertemukan para pakar negara-negara Asia-Oseania untuk berbagi pengetahuan, pengalaman, dan inovasi di bidang neuro-rehabilitasi.

“Setiap pasien bukan sekadar obyek terapi, melainkan subyek yang memiliki harapan, cerita, dan semangat untuk kembali menjalani kehidupan yang bermakna. Bagi saya, inilah esensi yang paling mulia dari kongres ini, mengingatkan kita semua, bahwa inovasi sejati bukan hanya soal menemukan terapi baru atau membangun fasilitas canggih, tetapi tentang memastikan bahwa setiap pasien dapat kembali menjalani hidup dengan harga diri dan harapan,” ujar Sri Sultan.

Sri Sultan memaparkan, menurut data WHO, penyakit neurologis merupakan penyebab utama disabilitas di seluruh dunia, dengan lebih dari 1 miliar orang terdampak gangguan sistem saraf. 

Stroke sendiri menjadi penyebab kematian nomor dua global, dan lebih dari 50 persen penyintas stroke hidup dengan disabilitas jangka panjang.

“Fakta ini menegaskan bahwa rehabilitasi bukan sekadar tambahan layanan, tetapi bagian inti dari sistem kesehatan modern," ujar Sri Sultan. 

"Sebagaimana kita ketahui bersama, selama ini sistem kesehatan sering berfokus pada menyelamatkan nyawa dan menstabilkan kondisi. Padahal, tantangan sesungguhnya justru dimulai ketika pasien kembali ke rumah, ke lingkungan kerja, ke kehidupan nyata. Di titik inilah, kualitas rehabilitasi akan diuji, apakah telah benar-benar memulihkan kemandirian, martabat, dan partisipasi seseorang dalam masyarakat,” sambungnya.

Sri Sultan menyebut, riset terkini menunjukkan bahwa pemanfaatan tele-rehabilitation dapat meningkatkan akses pasien hingga 60 % di daerah terpencil. Alat robotic-assisted therapy membantu mempercepat pemulihan motorik pasca stroke. 

Sementara itu, Virtual Reality (VR) terbukti efektif dalam merangsang neuroplasticity otak, membuat pasien lebih termotivasi dalam latihan.

Bahkan, wearable devices sederhana seperti smartwatch, kini memungkinkan monitoring pasien secara real-time di rumah, sehingga rumah sakit dan komunitas terhubung dalam satu ekosistem digital.

“Sehingga, pergeseran paradigma dari perawatan yang terpusat di rumah sakit menuju rehabilitasi berbasis komunitas, dapat menjadi solusi. Pergeseran ini sekaligus menjadi titik tolak bagi model layanan masa depan yang lebih berkelanjutan, inklusif, dan terjangkau, dimana pasien dan keluarganya sebagai subjek aktif dalam proses penyembuhan,” jelas Sri Sultan.

Melihat proses rehabilitasi yang merupakan perjalanan spiritual dan sosial ini, Sri Sultan pun menegaskan bahwa teknologi hanya menjadi jembatan, sedangkan empati dan solidaritas adalah fondasi utamanya. 

“Semoga diskusi, workshop, dan pertemuan yang berlangsung selama beberapa hari ke depan akan memperkaya wawasan dan memperkuat tekad untuk menghadirkan rehabilitasi yang lebih manusiawi, inklusif, dan berkelanjutan,” kata Sri Sultan.

Sementara itu, Ketua Panitia AOCNR 2025 sekaligus Ketua PP PERDOSRI, dr. Rumaisah Hasan, menuturkan, tema yang diangkat dalam perhelatan tahun ini, yakni Neurorehabilitation: Future Trends from Hospital to Community”.

Tema ini menunjukkan keinginan pihaknya bahwa berbagai pengetahuan yang diketahui atau dimiliki tidak hanya bermanfaat bagi profesi pihaknya, melainkan juga untuk masyarakat luas dan komunitas.

Selain simposium dan workshop, AOCNR 2025 - PIT PERDOSRI XXIV ini juga menggelar seminar gratis untuk masyarakat awam, bakti sosial dan lomba kreasi senam dan tarian berbasis budaya tradisional Indonesia, sebagai bentuk pemanfaatan budaya untuk terapi.

“Kami sangat-sangat berterima kasih kepada Ngarsa Dalem, Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X, beserta seluruh jajarannya yang sangat suportif,” ungkap Rumaisah.

Berbicara mengenai perkembangan neurorehabilitasi saat ini, Rumaisah menguraikan bahwa di antara negara Asia, jumlah dokter spesialis rehabilitasi Indonesia secara jumlah telah berkembang sangat baik. 

Tercatat, hingga saat ini, Indonesia telah memiliki 7 pusat pendidikan dengan jumlah dokter spesialis rehabilitasi mencapai 1.300 orang.

“Di Asia perkembangan kita ini termasuk yang sangat mengesankan. Cuma memang masih banyak keterbatasan, seperti kita hanya mengenal perawatan rawat jalan, belum mempunyai senter rehabilitasi yang terpadu. Belum ada unit sub-akut,” papar Rumaisah.

Padahal, menurut Rumaisah unit sub-akut ini merupakan komponen yang penting karena pasien-pasien itu kalau mengalami gangguan atau sakit, setelah selesai masanya dipulangkan. 

"Misalnya pasien stroke, setelah pengobatan strokenya aman, dipulangkan kan. Padahal belum bisa jalan, belum bisa ngapa-ngapain. Itu sebenarnya tugasnya rehabilitasi medis. Kami harus membuat pasien bisa kembali ke kehidupan semula, kembali bekerja, atau kembali melakukan hal-hal produktif,” ungkap Rumaisah.

Dikatakan Rumaisah, PERDOSRI pun berkomitmen untuk terus menjadi agent perbaikan untuk bidang function. Lantaran, sehat berarti mampu secara fisik, mental, ekonomi, dan juga partisipasi aktif. 

"Tidak hanya terbebas dari penyakit, tetapi harus bisa kembali berpartisipasi dan mempunyai manfaat di masyarakat. PERDOSRI hadir di situ," pungkas Rumaisah. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved