"Proses surveilans juga masih berjalan sampai sekarang, selama 2 kali masa inkubasi atau 120 hari sejak laporan diterima," ujarnya.
Dewi menilai edukasi ke masyarakat masih perlu digencarkan, sebab kasus ini berawal dari perilaku mereka sendiri.
Mereka diimbau untuk tidak mengonsumsi daging sapi atau kambing yang sakit atau mati mendadak.
Kasus Antraks di Pedukuhan Jati sendiri baru pertama kalinya terjadi.
Meski demikian pihaknya berharap penularan tidak meluas dan tidak terjadi lagi.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Gunungkidul, Wibawanti Wulandari, mengungkapkan ada 5 sapi yang mati mendadak di Semanu. Terjadi sejak November 2022 hingga mendekati Iduladha.
"Kami langsung melakukan antisipasi setelah adanya temuan itu, seperti meminta ternak mati dikuburkan dan sampel diambil untuk pengecekan," ujar Wibawanti.
Namun warga disebut menggali kembali ternak yang sudah dikubur untuk diambil dagingnya dan dikonsumsi.
Dari sinilah penularan Antraks terjadi.
Apalagi setelahnya, hasil pemeriksaan menyatakan sapi tersebut positif Antraks.
Wibawanti mengatakan sosialisasi langsung dilakukan ke warga yang tinggal di lokasi temuan.
"Kami berikan antibiotik, vaksin, hingga desinfektan ke ternak yang masih hidup, termasuk meminimalisir ternak keluar dari kawasan yang terkena Antraks," jelasnya.(*)