Perang Rusia Ukraina

Menlu Rusia Sergey Lavrov : AS Ingin Pertahankan Dominasi Global

Penulis: Krisna Sumarga
Editor: Krisna Sumarga
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov. Diplomat senior ini mengatakan AS dan sekutunya ingin mempertahankan dominasi global, tapi itu tidak akan terjadi lagi.

TRIBUNJOGJA.COM, NEW YORK – Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan, penyebab utama memburuknya situasi di dunia adalah keinginan terus-menerus dari barat yang dipimpin AS untuk memastikan dominasi globalnya.

Pernyataan itu disampaikan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov dalam wawancara eksklusif dengan majalah Newsweek, Rabu (20/9/2022) waktu New York. Upaya itu menurut Lavrov tidak mungkin karena alasan yang jelas.

"Mereka yang kami yakini sebagai mitra ekonomi yang dapat dipercaya telah memilih sanksi tidak sah dan pemutusan hubungan bisnis secara sepihak," kata Lavrov kepada majalah itu, merujuk pada AS dan Uni Eropa.

Baca juga: Presiden Putin : Rusia Tak Menggertak Jika Harus Pakai Senjata Nuklir

Baca juga: Apa Makna Mobilisasi Pasukan Rusia, Ini Penjelasan Pakar Geopolitik Belgia

Baca juga: Apa Makna Mobilisasi Pasukan Rusia, Ini Penjelasan Pakar Geopolitik Belgia

Sergey Lavrov, yang berada di New York minggu ini untuk menghadiri Sidang Umum PBB ke-77, juga membahas dampak embargo barat terhadap ekonomi Rusia – dan ekonomi mereka sendiri.

Sanksi menurut Sergey Lavrov menjadi pedang bermata dua. Ia menjelaskan kenaikan harga dan penurunan pendapatan terlihat di banyak negara Eropa, serta kekurangan energi dan ancaman pergolakan sosial.

Manfaat rutin peradaban kata diplomat senior Rusia itu selama ini menjadi hak istimewa orang kaya. Inilah harga yang dibayar warga biasa untuk kebijakan anti-Rusia dari elite penguasa barat.

Energi Rusia yang terjangkau telah memungkinkan industri UE untuk bersaing dengan perusahaan-perusahaan Amerika.

“Tetapi sepertinya ini tidak akan terjadi lagi, dan itu bukan pilihan kami,” kata Lavrov kepada Newsweek dikutip Russia Today, Kamis (21/9/2022).

“Jika orang-orang di barat ingin bertindak merugikan kepentingan mereka sendiri, kami tidak dapat mencegah mereka melakukan itu,” sindirnya.

Setelah barat menghancurkan apa yang membutuhkan waktu puluhan tahun untuk dibangun dalam semalam.

“Saya tidak berpikir di masa mendatang mereka akan dapat memulihkan kredibilitas mereka sebagai rekan bisnis,” kata Lavrov.

Rusia akan terus bekerja dengan para mitra yang siap untuk kerja sama yang setara dan saling menguntungkan, yang tidak terpengaruh histeria anti-Rusia.

“Mereka merupakan sebagian besar komunitas internasional,” tambahnya. Hubungan Moskow dengan China, misalnya, ditandai rasa saling percaya yang mendalam.

“Mempertahankan kemitraan strategis adalah prioritas kebijakan luar negeri yang mutlak,” kata Lavrov.

Washington dan satelitnya kata Lavrov, masih hidup di hari sebelum kemarin, berpikir dalam kerangka unipolaritas.

“Mereka tidak dapat menerima kenyataan dunia modern tidak lagi berpusat pada barat. Itu tidak akan pernah lagi,” tambah Menlu Lavrov.

Senada dengan Lavrov, media besar China, secara terbuka menyebut Uni Eropa sebagai pecundang di tengah konflik Rusia-Ukraina.

Surat kabar berbahasa Inggris yang dimiliki Partai Komunis China, mengklaim penilaian itu dalam sebuah editorial yang dimuatnya di media itu.

Outlet tersebut berpendapat Uni Eropa memiliki harga yang harus dibayar untuk menempatkan dirinya di belakang Ukraina di bawah kepemimpinan AS.

Menurut penulis editorial, konflik terburuk di benua itu sejak akhir Perang Dunia II telah membatalkan semua upaya UE untuk menjadi kekuatan politik yang dapat menjaga jaraknya dari AS.

“Uni Eropa secara keseluruhan akan terbukti menjadi pecundang terbesar tidak peduli bagaimana konflik antara Rusia dan Ukraina terjadi. Konsekuensi bagi negara-negara Eropa bukan hanya guncangan ekonomi dan kesejahteraan tetapi juga implikasi geopolitik,” tulis Daily People.

Beijing telah bertahan pada posisi netral sejak peluncuran operasi militer Rusia di Ukraina, tetapi penolakannya untuk memutuskan hubungan dengan Moskow telah dikritik oleh AS dan mitranya.

Menurut editorial Daily People, sanksi ekonomi anti-Rusia, yang diduga diatur Washington, telah merusak ekonomi negara-negara Eropa. Inflasi berdampak serius pada kualitas hidup warganya, terutama kelompok yang paling rentan.

“Tidak heran protes telah diadakan di beberapa negara Uni Eropa terhadap dukungan militer ke Ukraina, dengan para pengunjuk rasa menuntut agar pemerintah mereka fokus pada kebutuhan sehari-hari rakyat,” klaimnya.

Kenaikan biaya akan menghambat permintaan, yang akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan segera menaikkan harga lebih lanjut.

Akibatnya, China Daily berpendapat, ekonomi UE akan berakhir dalam “lingkaran setan” yang akan menghilangkan peluang blok tersebut untuk menjadi kekuatan politik yang independen.

Presiden Rusia Vladimir Putin sebelumnya telah memperingatkan negara-negara barat tentang konsekuensi serius dari sanksi yang dijatuhkan pada Moskow, untuk ekonomi mereka sendiri.

Secara khusus, ia menyamakan upaya UE untuk memutuskan diri dari bahan bakar fosil Rusia dengan "bunuh diri" ekonomi.

Rekan Putin dari Serbia, Aleksandar Vucic, pada gilirannya, baru-baru ini membuat prediksi musim dingin yang akan datang akan sangat dingin untuk Eropa, musim berikutnya akan menjadi musim "kutub".

Namun, para pemimpin UE bersikeras kesulitan yang dihadapi anggotanya sekarang sepadan. Diplomat top blok tersebut, Josep Borrell, awal bulan ini membandingkan dampak sanksi Uni Eropa terhadap Rusia.(Tribunjogja.com/RussiaToday/xna)

Berita Terkini