Terlebih, kapasitas di TPST Piyungan kini sudah semakin overload.
Di samping itu, pengelolaan TPST Piyungan, tahun mendatang juga berencana di-swastakan.
Menurut dia, jika nantinya di-swastakan maka retribusinya menjadi Rp 250 ribu per ton.
Jika dalam sehari Sleman membuang 230 ton, artinya retribusi yang harus dibayar senilai Rp 57,5 juta.
"Sehingga kami berlomba-lomba mengurangi jumlah tonase sampah yang dibuang di Piyungan. Jadi, kami mendorong, untuk mengurangi beban bayar dan uangnya bisa digunakan untuk pemberdayaan masyarakat," kata dia.
Satu dari upaya mengurangi ketergantungan buang sampah ke TPST Piyungan adalah dengan mengoptimalkan 25 TPS 3 R dan 210 Bank sampah.
Semua pengelolaan sampah di Kabupaten Sleman tersebut bergerak pada pengurangan sampah yang telah mencapai 22,48 persen dengan tonase 57.757 ton per tahun.
Selain itu, Pemkab Sleman juga tengah mengupayakan adanya tempat pengomposan skala Kabupaten di wilayah Depok dan pembuatan TPS Terpadu di Kapanewon Minggir yang diperkirakan dapat menampung 60 ton sampah per hari.
Sementara itu, Bupati Sleman Kustini Purnomo menghimbau kepada masyarakat Sleman agar melakukan pengelolaan sampah mandiri yang dimulai dari keluarga masing - masing.
Di mana setiap keluarga diharapkan melakukan pemilahan sampah sejak dalam rumah tangga.
Sampah an-organik dikelola bank sampah maupun TPS 3R, dan sampah organik dikelola dengan pembuatan kompos rumah tangga.
"Harapannya, agar sampah ini dikelola atau bahkan bahkan bermanfaat menambah nilai tambah ekonomi bagi keluarga," harap Kustini.
Dalam kesempatan itu, ada sejumlah bantuan yang diberikan kepada Kelompok pengelola sampah mandiri di Kabupaten Sleman yang terdiri dari Bank Sampah dan Tempat Pengolahan Sampah Reduce Reuse Recycle (TPS 3R).
Di antaranya motor roda tiga, 15 mesin jahit, 11 timbangan dan 3 pengolahan sampah dengan black soldier fly.( Tribunjogja.com )