Ekspor Pertanian Sleman Tembus Rp1,135 Miliar, Wamentan Minta Generasi Muda Tak Gengsi Bertani

Wakil Menteri Pertanian RI, Sudaryono, mendorong generasi muda untuk menekuni sektor pertanian dengan serius.

TRIBUNJOGJA.COM/ HANIF SURYO
Wakil Menteri Pertanian RI, Sudaryono, melepas ekspor komoditas pertanian dari Sleman menuju Jepang, Dubai, dan Arab Saudi, Rabu (20/8/2025). Total nilai ekspor mencapai Rp1,135 miliar. 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Kementerian Pertanian melepas ekspor sejumlah komoditas pertanian dari Lapangan Warak, Sumberadi, Mlati, Sleman, Selasa (20/8/2025).

Total nilai ekspor mencapai Rp1,135 miliar, terdiri atas kemiri, susu evaporasi, dan cabai segar yang dikirim ke tiga negara tujuan.

Wakil Menteri Pertanian RI, Sudaryono, B.Eng., M.M., M.B.A., hadir melepas langsung ekspor tersebut. 

Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian, Idha Widi Arsanti, menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan pelepasan ekspor kelima sepanjang tahun berjalan.

“Pada kesempatan hari ini kita melepas ekspor kemiri sebanyak 9,8 ton ke Arab Saudi dengan nilai Rp433 juta, evaporated milk atau susu evaporasi sebanyak 10 ton ke Dubai dengan nilai Rp459 juta, dan cabai segar sebanyak 9 ton ke Jepang senilai Rp243 juta,” ujar Idha.

Idha menambahkan, pelepasan ekspor menjadi salah satu upaya mewujudkan agenda besar pertanian nasional. 

“Pertanian pangan, ketahanan pangan, dan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia merupakan agenda besar yang terus kita dorong. Terutama, bagaimana kita mampu mentransformasikan pertanian dari sistem konvensional menuju pertanian modern,” katanya.

Menurut Idha, BPPSDMP saat ini telah membina 317.813 petani muda di seluruh Indonesia.

Dari jumlah tersebut, penerima manfaat program Youth Entrepreneurship and Employment Support Services (YES) mencapai 180.556 orang. 

Selain itu, terdapat 119.257 petani milenial beserta duta petani milenial yang ikut dibina.

“Dari sekian banyak yang telah dibina, ada sejumlah champion yang berhasil menorehkan omzet signifikan. Tercatat, ada tiga orang dengan omzet di atas Rp10 miliar, 75 orang dengan omzet Rp5 miliar–Rp10 miliar, 538 orang dengan omzet Rp500 juta–Rp5 miliar, dan 1.450 orang dengan omzet Rp100 juta–Rp500 juta,” papar Idha.

Ia menekankan, generasi muda memiliki keunggulan dalam mengadopsi teknologi baru.

“Generasi muda lebih cepat dalam mengadopsi inovasi, termasuk penerapan pertanian presisi. Dengan begitu, hasil pertanian bisa lebih akurat dan lebih baik dari sisi kualitas, kuantitas, maupun kontinuitas,” katanya.

Idha juga merinci, sepanjang tahun 2025, Kementerian Pertanian telah empat kali melaksanakan pelepasan ekspor.

Di antaranya di Tabanan, Bali, dengan nilai Rp6,9 miliar; di Kulon Progo dengan nilai Rp1,1 miliar; di Kabupaten Temanggung senilai Rp1,3 miliar; dan di Bengkal, melalui Koperasi Desa Merah Putih bekerja sama dengan petani milenial dengan nilai Rp5,3 miliar.

“Tentu saja kegiatan ekspor ini sangat potensial dan bermanfaat. Lebih dari itu, kegiatan ini juga dapat menjadi role model, teladan, sekaligus pemantik semangat bagi petani muda di seluruh Indonesia, khususnya di DIY,” ujarnya.

Melalui program “Ekspor apa saja, ke mana saja, dan kapan saja” yang digagas Wakil Menteri Pertanian, pemerintah optimistis petani muda dapat semakin berdaya saing, go internasional, dan terus naik kelas.

Jangan Gengsi Jadi Petani, Bertani Bisa Sejahtera

Wakil Menteri Pertanian RI, Sudaryono, mendorong generasi muda untuk menekuni sektor pertanian dengan serius.

Menurut dia, bertani bukan hanya soal kesusahan, tetapi justru bisa menjadi sumber kesejahteraan jika dilakukan dengan inovasi dan pengetahuan.

“Bertani bisa menjadi sumber kesejahteraan, asal ditekuni dengan serius. Banyak contoh anak muda yang omzetnya ratusan juta hingga miliaran rupiah setahun dari bertani. Kalau seorang anak muda omzetnya Rp1 miliar, dengan keuntungan 30 persen, berarti penghasilannya sekitar Rp25 juta per bulan. Hidup di Sleman dengan penghasilan segitu, tentu lumayan sekali. Apalagi kalau masih bujangan, calon mertuanya pasti tidak ragu,” ujar Sudaryono.

Ia menyebut, Kementerian Pertanian saat ini telah membina lebih dari 300 ribu petani muda di seluruh Indonesia.

Dari jumlah itu, sekitar 1.400 orang berhasil meraih omzet Rp100 juta–Rp500 juta per tahun, dan sebagian lainnya bahkan mencapai omzet miliaran rupiah.

Sudaryono menekankan pentingnya keseimbangan harga pangan yang adil bagi petani dan konsumen. 

“Kalau harga murah, pembeli senang, tapi petani susah. Kalau harga tinggi, petani senang, tapi pembeli berat. Karena itu ada mekanisme Harga Pokok Produksi (HPP) dan Harga Eceran Tertinggi (HET), misalnya untuk beras dan minyak goreng, agar petani tetap sejahtera dan konsumen juga terlindungi,” katanya.

Lebih lanjut, ia menyoroti tantangan dunia kerja dan kualitas sumber daya manusia (SDM). Menurutnya, persoalan utama bukan hanya lapangan kerja terbatas, melainkan juga keterampilan yang belum memadai. 

“Kita sering lihat ribuan orang melamar pekerjaan untuk posisi kasir atau admin. Tapi begitu perusahaan butuh insinyur, ahli pertanian, atau manajer, pelamarnya jauh lebih sedikit. Artinya, skill kita masih harus ditingkatkan,” ucapnya.

Sudaryono juga menyinggung pentingnya kerja keras sebagai kunci keberhasilan. 

“Banyak orang maunya enak saja, sekolah malas-malasan, ingin kerja ringan tapi gaji besar. Itu tidak ada. Saya sendiri bisa sampai di posisi ini bukan tiba-tiba. Orang hanya melihat enaknya, tapi tidak melihat proses panjang di baliknya. Allah Maha Adil, siapa yang kerja keras, dia yang akan mendapatkan hasilnya,” katanya.

Ia pun berpesan kepada generasi muda untuk tidak gengsi memilih jalan hidup sebagai petani. “Jangan takut bertani, jangan gengsi jadi petani.

Dengan inovasi, pengetahuan, dan semangat, bertani bisa memberikan kehidupan yang layak, bahkan sejahtera,” ujar Sudaryono. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved