Pakar UMY tentang AS Bisa Akses Data WNI: Langgar Hak Privasi Warga Negara
Pakar UMY, Prof. Dr. Sidik Jatmika, memandang bahwa perjanjian ini menempatkan Indonesia dalam posisi relasi kekuasaan yang asimetris.
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Muhammad Fatoni
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Kesepakatan tarif resiprokal antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) yang memungkinkan pemerintah AS mengakses data pribadi Warga Negara Indonesia (WNI) menuai kekhawatiran serius dari aspek keamanan manusia.
Hal ini disampaikan oleh Guru Besar bidang Keamanan Manusia Program Studi Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Prof. Dr. Sidik Jatmika, M.Si., yang menilai bahwa kebijakan ini berpotensi melemahkan kedaulatan digital Indonesia sekaligus melanggar hak privasi warga negara.
“Menurut saya, ada tiga hal yang perlu diwaspadai: Privasi pribadi WNI, kedaulatan data nasional, dan keamanan negara. Data biometrik, identitas, hingga rekam jejak perjalanan warga berpotensi diakses oleh pemerintah negara lain. Ini bukan persoalan kecil,” tegas Sidik, Senin (28/7/2025).
Ia memandang bahwa perjanjian ini menempatkan Indonesia dalam posisi relasi kekuasaan yang asimetris.
Dengan kapasitas teknologi dan kekuatan diplomatik yang lebih besar, Amerika Serikat memiliki potensi untuk memanfaatkan data tersebut demi kepentingan nasionalnya.
Menurutnya, isu ini bukan sekadar tentang efisiensi hubungan diplomatik atau keuntungan ekonomi, melainkan menyangkut perlindungan hak dan keselamatan warga negara dalam kerangka human security atau keamanan manusia.
“Penyalahgunaan data digital dapat berdampak luas, mulai dari gangguan terhadap keamanan psikologis, pelanggaran privasi, hingga ancaman terhadap keamanan hukum dan politik masyarakat Indonesia. Ini bukan sekadar ancaman teoritis, melainkan sangat mungkin terjadi di tengah konstelasi geopolitik global saat ini,” jelasnya.
Baca juga: Kata Pakar Energi UGM Soal Impor Energi dari Amerika Serikat
Sidik juga menekankan bahwa pemberian akses data tanpa pengawasan yang ketat berpotensi melanggar hak asasi manusia sebagaimana dilindungi dalam UUD 1945 Pasal 28G serta Undang-Undang No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi.
Ia menegaskan bahwa data pribadi adalah hak dasar yang tidak boleh dikorbankan demi alasan pragmatis semata, karena perlindungan atas data juga merupakan amanat nilai-nilai Pancasila.
Merespons hal tersebut, ia mendesak pemerintah untuk segera melakukan evaluasi dan audit menyeluruh atas kesepakatan tersebut secara transparan.
Sidik mendorong agar isi perjanjian dibuka kepada publik dan DPR RI untuk memastikan bahwa tidak ada pelanggaran terhadap regulasi nasional, khususnya yang berkaitan dengan perlindungan data pribadi dan hak digital.
“Perlindungan keamanan manusia bukanlah isu sampingan, tetapi inti dari tanggung jawab negara untuk menjaga keselamatan, martabat, dan kedaulatan rakyatnya. Kita semua, baik akademisi maupun masyarakat sipil, perlu terus mengawasi dan menyuarakan kepedulian terhadap kebijakan ini demi kepentingan rakyat Indonesia,” pungkasnya. (*)
Tarif Trump 19 Persen Sudah Berlaku, Ekspor Tekstil Masih Aman Tapi Kerajinan Agak Terpengaruh |
![]() |
---|
AS dan China Perpanjang Gencatan Tarif hingga November, Negosiasi Berlanjut |
![]() |
---|
Apa Kata Pakar tentang Fenomena Rojali di Pusat Perbelanjaan? |
![]() |
---|
Koalisi Jurnalis dan Akademisi Gugat UU PDP, Kritik Pasal Sapu Jagat |
![]() |
---|
UMY Gelar Konferensi Internasional ICGP Bahas Isu Green Policy dan Keadilan Sosial |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.