Wacana Kementan Konversi Lahan Karet Jadi Kebun Sawit, Pakar UGM: Monokultur Lemah Berkelanjutan
Secara ekonomi, ketergantungan pada satu komoditas sangat rentan terhadap fluktuasi harga global.
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Yoseph Hary W
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Rencana Kementerian Pertanian untuk mengonversi jutaan hektare lahan karet menjadi kebun kelapa sawit menuai perhatian serius dari berbagai pihak, termasuk kalangan akademisi.
Dosen Fakultas Pertanian UGM, Dr. Eka Tarwaca Susila Putra, S.P., M.P., menilai kebijakan tersebut mengandung risiko besar, baik dari sisi teknis maupun ekonomi.
Secara ekonomi, ketergantungan pada satu komoditas sangat rentan terhadap fluktuasi harga global.
Dalam konteks pertanian modern yang penuh tantangan, pendekatan monokultur kerap kali menjadi titik lemah dalam menjaga keberlanjutan produksi.
Oleh karena itu, strategi diversifikasi seharusnya menjadi fondasi dalam menyusun arah kebijakan nasional.
“Budidaya kelapa sawit secara monokultur dalam lanskap yang sangat luas memiliki risiko tinggi, terutama jika terjadi ledakan hama penyakit,” ujarnya, Jumat (25/7/2025).
Dari sudut pandang agronomi, konversi ini juga dianggap tidak rasional.
Eka menyarankan pendekatan revitalisasi kebun karet dengan replanting sebagai langkah yang lebih aman dan berkelanjutan.
Ia juga menekankan pentingnya penerapan pola kebun campuran sebagai solusi untuk menghadapi fluktuasi harga.
Kebijakan yang hanya mengejar tren harga sesaat justru menciptakan siklus ketergantungan yang merugikan petani. Dengan pola kebun campuran, petani memiliki ruang adaptasi yang lebih baik terhadap gejolak pasar.
“Konversi komoditas ketika harganya jatuh bukan pilihan bijak karena situasi semacam ini sudah berulang kali terjadi, dan kita selalu mengulang kesalahan yang sama,” tegasnya.
Terkait alasan konversi yang dikaitkan dengan strategi hilirisasi dan ketahanan energi, Eka menyebut argumen tersebut tidak relevan.
Menurutnya, peningkatan produksi CPO untuk mendukung program biosolar bisa dilakukan tanpa memperluas areal sawit.
Ia mencontohkan, jika produktivitas CPO ditingkatkan dari 3,5 ton menjadi 7 ton per hektare, maka produksi nasional bisa dua kali lipat tanpa perlu konversi lahan.
Pakar UGM: Soal Royalti, Perlu Transparansi Pengelolaan Dananya |
![]() |
---|
Bagaimana Penyelesaian Ambalat yang Ideal? Begini Kata Pakar UGM |
![]() |
---|
Di Balik Keputusan Presiden Prabowo Beri Amnesti untuk Hasto dan Abolisi untuk Tom Lembong |
![]() |
---|
Pemblokiran Rekening Nganggur oleh PPATK, Pakar UGM: Kebijakan yang Kurang Profesional |
![]() |
---|
Pakar UGM Sebut Bahaya Beras Oplosan, Picu Kanker dan Penyakit Organ Vital |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.