Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Hadapi Vonis Siang Ini, Berikut Perjalanan Kasusnya

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto akan menghadapi vonis dalam kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku.

Penulis: Hari Susmayanti | Editor: Hari Susmayanti
Tribunnews.com/Fransiskus Adhiyuda
SIDANG TUNTUTAN - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto saat tiba di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (3/7/2025). Hasto akan mendengarkan surat tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum KPK pada sidang hari ini. 

TRIBUNJOGJA.COM, JAKARTA - Setelah melalui proses hukum yang cukup panjang, Jumat (25/7/2025) hari ini, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto akan menghadapi vonis dalam kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku.

Dikutip dari laman https://pn-jakartapusat.go.id/, sidang putusan kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku akan dimulai pukul 13.30 WIB.

Hasto sebelumnya dituntut 7 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) serta pidana denda Rp 650 juta subsidair enam bulan kurungan.

Kini, kasus yang cukup menyita perhatian publik itu sudah memasuki babak akhir.

Hasto akan menghadapi vonis pada hari ini, apakah dinyatakan bersalah atau tidak.

Sementara itu dikutip dari Kompas.com, Hasto sebelumnya sempat meminta doa dari para kader PDI-P.

"Kepada seluruh simpatisan, anggota, dan kader PDI Perjuangan, kami imbau untuk betul-betul menunggu keputusan tersebut dengan memohon doa kepada Tuhan yang Maha Kuasa," ujar Hasto usai sidang lanjutan dengan agenda duplik di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (18/7/2025) dikutip dari Kompas.com.

Berikut ini perjalanan kasus hukum yang menyeret Hasto Kristiyanto dari awal ditetapkan menjadi tersangka:

Resmi jadi Tersangka Akhir 2024

Hasto Kristiyanto sebelumnya resmi menyandang status sebagai tersangka kasus dugaan suap terhadap eks Komisioner KPU, Wahyu Setiawan dan perintangan penyidikan pada Selasa 24 Desember 2024.

Penyidik KPK menetapkan Hasto sebagai tersangka setelah menemukan dua alat bukti terkait dengan dugaan suap yang diberikan tersangka Harun Masiku kepada Wahyu Setiawan.

 "Penyidik menemukan adanya bukti keterlibatan saudara HK yang bersangkutan selaku Sekjen PDI Perjuangan dan saudara DTI selaku orang kepercayaan saudara HK dalam perkara dimaksud," ujar Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (24/12/2024). 

Penetapan Hasto sebagai tersangka ini berdasarkan Surat perintah penyidikan (Sprindik) nomor Sprin.Dik/153/DIK.00/01/12/2024 tanggal 23 Desember 2024.

Setelah tiga pekan menyandang status tersangka, KPK melakukan pemanggilan Hasto untuk diperiksa sebagai tersangka pada 13 Januari 2025.

Baca juga: Dukung Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Bebas, RB Dwi Wahyu Bacakan Puisi, Apa Isinya?

Saat itu Hasto memenuhi panggilan dari KPK.

Hasto hanya melempar senyum kepada awak media yang menunggunya keluar dari Gedung KPK pada pukul 13.26 WIB. 

Sekretaris Jenderal PDI-P itu tidak memberikan komentar sedikitpun soal pemeriksaannya yang berlangsung selama 3,5 jam.

Sebelum pemeriksaan pertamanya itu, Hasto meminta seluruh kader dan simpatisan PDI-P untuk tetap tenang selama pemeriksaannya sebagai tersangka di KPK.

"Kami mohon doanya dan kami mengimbau kepada seluruh simpatisan, anggota, dan kader partai untuk tetap tenang," ujar Hasto sebelum pemeriksaan pada Senin (13/1/2025).

Setelah pemeriksaan pertama sebagai tersangka tersebut, selang sekitar satu bulan kemudian, penyidik KPK akhirnya resmi menahan Hasto Kristiyanto pada Kamis 20 Februari 2025.

Pimpinan KPK menggelar jumpa pers saat penyidik memutuskan untuk menahan Hasto.

"KPK telah menetapkan saudara Hasto Kristiyanto sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik/152/DIK.00/01/12/2024, tanggal 23 Desember 2024," kata Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (20/2/2025).

Atas perbuatannya, Hasto disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Setelah ditahan, penyidik KPK terus menyelesaikan berkas perkara kasus Hasto.

Setelah dinyatakan lengkap, berkas perkara dilimpahkan ke JPU.

Pada Jumat 14 Maret 2025, Hasto akhirnya menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. 

Dalam agenda pembacaan dakwaan tersebut, sejumlah tuduhan serius dari KPK terungkap terkait Hasto dan keterlibatannya dalam kasus yang telah berlanjut sejak 2019.

Hasto didakwa telah melakukan sejumlah tindakan untuk menghalangi penyidikan terkait kasus korupsi PAW Anggota DPR RI.

"Dengan sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku," ungkap jaksa dalam sidang, Jumat (14/3/2025).

Dalam pembacaan dakwaan, jaksa menyoroti tindakan Hasto yang diduga memerintahkan Nur Hasan untuk meminta Harun Masiku merendam telepon genggamnya ke dalam air.

Perintah untuk merendam telepon genggam itu disampaikan Hasto setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Wahyu Setiawan, pada 8 Januari 2020.

Pasalnya, Harun Masiku juga diketahui tengah dikejar oleh tim penyidik KPK dalam penyelidikan kasus suap PAW DPR.

Tak hanya itu, Hasto juga diduga meminta Harun Masiku untuk bersembunyi di Kantor DPP PDI-P.

Jaksa menjelaskan, tujuan tindakan itu adalah agar Harun tidak terdeteksi oleh petugas KPK.

Dari investigasi yang dilakukan oleh tim KPK, diketahui bahwa Harun Masiku kemudian bertemu dengan Nur Hasan di Hotel Sofyan Cikini, sebelum berpindah ke Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).

 "Namun, ketika petugas KPK mendatangi PTIK, mereka tidak berhasil menemukan Harun Masiku," ujar jaksa.

Proses persidangan pun berlangsung cukup panjang.

Sejumlah saksi dihadirkan oleh JPU, termasuk salah satu kader PDIP Riezky Aprilia.

Mantan anggota Komisi IV DPR itu bahkan meneteskan air mata saat menjadi saksi kasus Hasto tersebut.

Pemeriksaan terhadap Riezky dilaksanakan pada sidang yang dilaksanakan pada Rabu (7/5/2025).

Riezky meneteskan air mata saat menceritakan pertemuannya dengan Hasto Kristiyanto.

Saat itu dia menceritakan Sekjen PDIP memintanya mundur dan posisinya akan digantikan oleh Harun Masiku.

"Terjadi dialog pada saat itu, bahwa saya akan diberikan undangan apabila saya bersedia mundur," ungkap Riezky saat dihadirkan sebagai saksi.

"Saya mempertanyakan alasannya apa? apa alasan saya disuruh mundur pada saat itu? karena saya juga kader partai, saya bekerja buat partai ini juga," sambungnya lalu menangis.

Perempuan yang pernah menduduki posisi anggota Komisi IV DPR itu bercerita, momen tersebut membuatnya merasa emosi dan lelah, karena terus dihadapkan dengan persoalan itu.

Menanggapi cerita Riezky tersebut, Hasto menegaskan bahwa ia merupakan Sekretaris Jenderal PDI-P.

Pernyataan Hasto itu lantas membuat emosi Riezky memuncak.

"Saya berdiri, (dan mengatakan) 'saya tahu Anda sekjen partai tapi Anda bukan Tuhan', itu yang saya sampaikan," ujar Riezky dalam sidang Hasto.

Pembelaan Hasto

Sidang kemudian beralih ke Kamis (10/7/2025), dengan agenda pembacaan nota pembelaan atau pleidoi oleh Hasto.

Membuka pembelaannya, Hasto menegaskan bahwa dirinya berdiri di hadapan majelis hakim dan membacakan pleidoi dengan semangat untuk tidak tunduk pada ketidakadilan.

 Ia mengatakan bahwa ketidakadilan pernah terjadi dan dilawan hingga terbentuknya sejumlah organisasi modern yang melawannya dengan menggunakan ide dan pemikiran.

Dari situlah, Hasto menegaskan bahwa pleidoinya dibuat karena dia tidak akan tunduk pada ketidakadilan atau menyerah pada hukum yang tunduk pada kekuasaan.

"Lebih dari jutaan jiwa telah dipersembahkan, bukan hanya untuk mendirikan negara, tetapi untuk menjaga martabat bangsa, menegakkan kebenaran, dan mewujudkan keadilan,” kata Hasto dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (10/7/2025).

 "Maka, ketika hari ini saya berdiri di hadapan Majelis Hakim, di sini saya berdiri dengan semangat yang diwariskan oleh mereka yang tak pernah surut untuk kemuliaan bangsa dan negara, serta semangat untuk tidak tunduk pada ketidakadilan; untuk tidak menyerah pada hukum yang tunduk pada kekuasaan," sambungnya.

Dalam pembelaannya, Hasto juga secara tegas membantah tuduhan memerintahkan staf untuk merendam telepon genggam Harun Masiku untuk menghilangkan jejak.

Hasto juga menyebut, suap pengurusan PAW dirancang sendiri oleh Saeful Bahri, Donny Tri Istiqomah dengan sokongan Harun Masiku.

Saeful dan Harun merupakan mantan kader PDI-P. Sementara, Donny dikenal sebagai pengacara partai banteng.

Hasto sendiri mengaku tidak pernah memerintahkan Saeful untuk menyuap Wahyu agar Harun Masiku bisa menjadi anggota DPR.

Dituntut 7 Tahun Penjara

Adapun jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Hasto selama tujuh tahun penjara.

Dalam pertimbangannya, jaksa menilai Hasto tidak mengakui perbuatan perintangan penyidikan kasus dugaan suap pergantian antar waktu (PAW) Harun Masiku.

 "Terdakwa tidak mengakui perbuatannya," kata jaksa KPK Wawan Yunarwanto dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (3/7/2025).

Tak hanya itu, jaksa menilai tindakan Hasto tersebut tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

Selain pidana badan, jaksa juga menuntut Hasto dihukum membayar denda Rp 650 juta subsidair enam bulan kurungan.

 Menurut jaksa, perbuatan Hasto telah memenuhi seluruh unsur Pasal 21 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP. (*)

Artikel ini sudah tayang di Kompas.com.

 

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved