Pengamat Ekonomi Energi UGM Sebut Kebijakan Satu Harga LPG 3 Kg Bisa Jadi Blunder

Menurut Pengamat Ekonomi Energi UGM, Fahmy Radhi, kebijakan tersebut justru merupakan sebuah blunder. 

TRIBUNJOGJA.COM / Dewi Rukmini
ILUSTRASI - Satu di antara warung kelontong yang menjual gas elpiji 3 kg di Kelurahan Panggenjurutengah, Kecamatan Purworejo, Jawa Tengah 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Christi Mahatma Wardhani

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pemerintah dikabarkan tengah mengkaji kebijakan satu harga LPG 3 kilogram. 

Tujuannya agar masyarakat mendapatkan harga yang terjangkau serta tidak ada kebocoran anggaran subsidi.

Diharapkan kebijakan tersebut berlaku pada 2026 mendatang.

Namun, menurut Pengamat Ekonomi Energi UGM, Fahmy Radhi, kebijakan tersebut justru merupakan sebuah blunder. 

Pasalnya, kebijakan tersebut tidak lantas menjadikan subsidi tepat sasaran.

“Justru penerapan kebijakan satu harga LPG 3 Kg akan semakin membengkakan beban subsidi LPG 3 Kg untuk membiayai selisih biaya transportasi antar daerah dan wilayah,” katanya, Senin (07/07/2025).

“Berbeda dengan kebijakan satu harga BBM di seluruh Indonesia, yang seluruhnya didistribusikan oleh Pertamina sehingga harga BBM satu harga bisa dikontrol. Sedangkan, distribusi LPG 3 Kg dilakukan oleh pangkalan dan agen tunggal, juga melibatkan ribuan pengecer di sekitar lokasi konsumen,” sambungnya.

Pengecer merupakan pengusaha akar rumput yang mendapat pendapatan dengan berjualan LPG 3 Kg.

Tentunya pengecer akan menaikkan harga jual untuk menutup biaya transportasi dan sedikit keuntungan. 

Baca juga: Wamenkeu RI Luncurkan Lagu Perjalanan Cinta di GIK UGM, Penghargaan Pribadi untuk Istri 


Ia menilai disparitas harga di pangkalan dan agen tunggal dengan harga pengecer masih wajar.

Bahkan dapat diterima karena konsumen tidak mengeluarkan biaya transportasi dengan membeli LPG 3 Kg di pengecer. 

“Harga di antara pengecer akan membentuk harga keseimbangan, sehingga mustahil bagi pengecer mematok harga LPG 3 Kg hingga mencapai Rp 50 ribu per tabung,” lanjutnya.

Ia pun mendesak pemerintah untuk membatalkan rencana kebijakan satu harga LPG 3 Kg. 

“Kebijakan Bahlil (Menteri ESDM) sebelumnya adalah melarang pengecer menjual LPG 3 Kg, yang justru menimbulkan antrean konsumen di pangkalan. Kebijakan Bahlil, yang menyusahkan rakyat miskin itu, akhirnya dianulir oleh Presiden Prabowo,” ujarnya.

“Berhubung kebijakan satu harga LPG 3 Kg tidak dapat mencapai tujuan agar distribusi lebih tepat sasaran dan mengurangi disparitas harga bagi konsumen miskin, Bahlil sebaiknya membatalkan rencana kebijakan itu. Kebijakan itu berpotensi dibatalkan Presiden Prabowo,” pungkasnya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved