Alasan Pemerintah Nonaktifkan Jutaan Kepesertaan PBI JKN

Pemerintah menonaktifkan 7,3 juta warga sebagai Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (PBI JKN).

Penulis: Hari Susmayanti | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM/ Neti Istimewa Rukmana
Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau Gus Ipul, saat berkunjung ke Kabupaten Bantul, DIY, Jumat (17/1/2025). 

TRIBUNJOGJA.COM, JAKARTA – Pemerintah menonaktifkan 7,3 juta warga sebagai Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (PBI JKN).

Kepesertaan mereka dinonaktifkan lantaran tidak tercatat dalam Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) atau dinilai telah masuk kategori sejahtera.

Dikutip dari Kompas.com, Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau Gus Ipul menyebutkan proses penonaktifan ini merupakan bagian dari upaya memperbaiki ketepatan sasaran bansos dengan menggunakan data yang lebih akurat dan terkini.

 “Kami terbuka untuk menerima kritik, saran, dan masukan. Ini adalah bagian dari pelaksanaan bansos dengan menggunakan DTSEN, data terbaru. Tentu ada koreksi, dan koreksi itu dibuka untuk diberi kesempatan kepada masyarakat,” ujarnya di Gedung Konvensi Kalibata, Jaksel, Selasa (24/6/2024), dikutip dari Kompas.com.

Dalam kesempatan itu Gus Ipul menegaskan warga yang kepesertaanya dinonaktifkan masih bisa mengajukan keberatan.

“Kami membuka kesempatan kepada masyarakat. Misalnya ada yang menyatakan, ‘saya masih layak menerima bantuan’, silakan ajukan. Prosesnya terbuka dan kami siap menindaklanjuti,” ungkap dia.

Untuk proses pengaktifan data ini bisa dilakukan dengan mekanisme koreksi dan usulan dari pemerintah daerah. 

 “Khusus untuk PBI, itu kita meminta kepada Bupati, Wali Kota. Silakan untuk juga ikut mengoreksi, memberikan usulan baru. Jadi, bisa dihidupkan lagi, bisa,” ujar Gus Ipul.

Baca juga: 21.411 Peserta PBI JK di Sleman dan Kulon Progo Dinonaktifkan, Kepesertaan Bisa Diaktifkan Lagi

Bagi masyarakat yang merasa sudah mampu dan memilih untuk mundur dari bantuan, pemerintah juga mengapresiasi langkah tersebut.

“Kalau ada yang menyatakan menolak karena merasa sudah cukup dan ingin bantuannya diterima oleh mereka yang lebih membutuhkan, itu jauh lebih baik,” ujar Gus Ipul.

Di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, perbaikan sistem bansos dimulai dari pembenahan data.

DTSEN kini menjadi satu-satunya sumber data resmi yang digunakan seluruh kementerian dan lembaga, termasuk pemerintah daerah.

“Tidak ada lagi kementerian, lembaga, atau pemerintah daerah yang menggunakan data sendiri-sendiri. Semuanya mengacu pada DTSEN yang diproses oleh BPS,” ujar dia.

Ia menambahkan, pemutakhiran data akan terus dilakukan secara berkala, termasuk verifikasi lapangan dan validasi rutin setiap tiga bulan.

 “Insya Allah, jika semua pihak berpartisipasi, baik secara formal maupun dari masyarakat luas, maka ke depan data kita akan semakin akurat,” pungkas Gus Ipul. (*)

 

 

 

 

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved