18.920 Penerima Bantuan PBI JK di Gunungkidul Dinonaktifkan 

Negara harus hadir dalam dalam menghadapi permasalahan ini dalam memberikan fasilitas kesehatan terhadap masyarakat.

TRIBUNJOGJA.COM / Suluh Pamungkas
Berita Gunungkidul 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Nanda Sagita Ginting

TRIBUNJOGJA.COM, GUNUNGKIDUL - Sebanyak 18.920 peserta Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (PBI JKN) di Kabupaten Gunungkidul resmi dinonaktifkan oleh Kementerian Sosial, pada awal Juni lalu.

Kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari Kementerian Sosial (Kemensos) melalui surat Nomor S-445/MS/DI.01/6/2025, yang mengatur perubahan data peserta PBI JK berdasarkan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN).

Sekretaris Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Gunungkidul, Nurudin Aranir, mengatakaan pembekuan kepesertaan ini terjadi setelah adanya perubahan dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) menjadi DTSEN. 

"Adanya penonaktifan ini dilakukan oleh Kemensos karena sejumlah penerima yang sebelumnya masuk kategori kemiskinan ekstrem, ternyata tidak lagi memenuhi kriteria sebagai DTSEN. Jadi, Kemensos pun menghentikan bantuan jaminan kesehatan yang selama ini diberikan, baik berupa bantuan sosial maupun pembinaan kesehatan melalui APBN," tuturnya saat dikonfirmasi pada Minggu (22/6/2025).

Dia mengatakan atas kondisi ini pihaknya akan mengupayakan warga yang benar-benar membutuhkan dan jatuh sakit akan tetap terlayani fasilitas kesehatan.

"Kami tetap berusaha untuk memberikan pelayanan bagi masyarakat yang betul-betul membutuhkan fasilitas kesehatan, apalagi yang harus cuci darah dan membutuhkan berobat intensif di rumah sakit tetapi kita upayakan tetap dilayani," terbangnya.

Dia pun menuturkan jika memungkinkan, pembiayaan kesehatan akan dimasukkan ke dalam anggaran APBD.

Namun, tetap akan dilakukan asesmen ulang dan dipilih dengan selektif.

" Jadi, yang bersangkutan memang harus terbukti miskin dan membutuhkan pelayanan rumah sakit. Karena, alokasi APBD kita untuk itu sangat terbatas hanya sebesar Rp3 miliar per bulannya, jadi betul-betul yang membutuhkan yang bisa diaktifkan lagi," ucapnya.

Menanggapi hal ini, Sekretaris Komisi B DPRD Gunungkidul, Lasarus Arintoko mengatakan pihaknya sudah membahas hal ini dengan anggota komisi yang lain. 

Pihaknya pun mendorong agar pemerintah daerah bisa mencarikan alokasi anggaran lain untuk pembiayaan kesehatan bagi masyarakat kurang mampu. 

"Kami dorong untuk mencari dari alokasi anggaran lain yang bisa dialihkan mengingat satu-satunya manfaat yg bisa dirasakan oleh masyarakat secara langsung adalah fasilitas BPJS kesehatan dari peserta PB ini," ucapnya.

Menurutnya, negara harus hadir dalam dalam menghadapi permasalahan ini dalam memberikan fasilitas kesehatan terhadap masyarakat.

"Maka kami mendorong supaya bisa menggali peluang anggaran untuk mengganti yang dipangkas tadi," tandasnya (ndg)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved