Mafia Tanah di Bantul

BR Merasa Ditipu Dalam Kasus Tanah di Bantul, Berencana Laporkan Mbah Tupon ke Polisi

BR melalui tim penasihat hukumnya yakni Aprillia Supaliyanto MS SH dan rekan akan membuat laporan ke Polisi.

|
Penulis: Miftahul Huda | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA/MIFTAHUL HUDA
JUMPA PERS : Penasihat Hukum tersangka BR saat memberikan keterangan kepada awak media, Jumat (21/6/2025). BR berencana untuk melaporkan Mbah Tupon ke polisi 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Tim penasihat hukum salah satu tersangka pada kasus dugaan penggelapan sertifikat tanah milik Tupon Hadi Suwarno alias Mbah Tupon berencana melaporkan Mbah Tupon ke kepolisian.

Pelaporan ini didasari ditemukannya fakta yang dinilai tersangka BR tidak sesuai dengan peristiwa yang sebenarnya.

Atas dasar itulah tersangka BR melalui tim penasihat hukumnya yakni Aprillia Supaliyanto MS SH dan rekan akan membuat laporan ke Polisi.

"Langkah penyidik Polda menetapkan BR sebagai tersangka ini sungguh mengejutkan dalam nalar hukum, nalar sehat saya sebagai praktisi hukum," terang Aprillia didampingi tim Andika Arum Fajar SH, Ailsa Salma Indrasari SH, Sutopo Habib Burohman SH, R.R Shinta Almira Nirboyo SH, Choirul Maulana SH, dan Ahmad Taurif SH, kepada awak media, Jumat (20/6/2025).

Aprill menyampaikan, proses penyelidikan seharusnya dilakukan dalam rangka menemukan ada atau tidaknya peristiwa pidana yang dilakukan oleh terlapor.

“Karena klien kami dilaporkan satu paket dengan yang lainnya, kami menghargai ketika penyelidikan itu disimpulkan ada peristiwa pidana, sehingga dinaikan menjadi penyidikan, karena tidak mungkin klien kami dipisahkan dari situ,” katanya.

Semua itu berawal dari pelaporan anak pertama Mbah Tupon bernama Heri Setiawan kepada pihak kepolisian terkait penjualan tanah milik Mbah Tupon kepada orang bernama Indah Fatmawati.

“Fakta ini muncul pada saat mediasi tanggal 14 dan 16 April 2025, yang dipermasalahkan Mbah Tupon adalah kenapa tanahnya dijual kepada Indah Fatmawati yang digadaikan di Bank dan kemudian pihak Bank akan melelang tanah tersebut. Itu yang dipermasalahkan Mbah Tupon,” jelas Aprillia.

Karena peristiwa hukum yang dilaporkan adalah sesuai laporan yang dibuat oleh anak Mbah Tupon terkait penjualan tanah ayahnya, yang kemudian digadaikan ke Bank sehingga mengakibatkan tanah tersebut akan dilelang, Aprillia menegaskan semestinya pihak penyelidik dan penyidik fokus pada hal tersebut.

“Semestinya penyelidik dan penyidik fokus pada LP tersebut, mencari, menggali dimana sih peristiwa pidananya atas laporan itu, kemudian benarkah para terlapor ini adalah pihak-pihak yang harus bertanggungjawab secara hukum atas peristiwa penjualan tanah Mbah Tupon kepada Indah Fatmawati,” katanya.

Baca juga: BPN DIY Sebut Pengembalian Sertifikat Tanah Mbah Tupon Menunggu Putusan Pengadilan

Diakui Aprillia, BR yang merupakan seorang politisi salah satu partai juga sempat dimintai keterangan dan klarifikasi atas hal tersebut, dan kliennya sudah menjelaskan semuanya, bahwa saat terjadi penjualan tanah milik Mbah Tupon kepada Indah Fatmawati, BR tidak mengetahui sama sekali.

“Dan hal itu juga diakui oleh Triyono di hadapan perangkat desa Bangunjiwo bahwa BR memang tidak tahu menahu dalam penjualan tanah Mbah Tupon kepada Indah Fatmawati,” katanya.

Dengan adanya fakta tersebut, Aprillia meyakini bahwa pihak penyelidik tidak menemukan keterlibatan BR, namun kliennya ini justru dimintakan pertanggungjawaban hukum didalam penjualan tanah Mbah Tupon kepada Indah Fatmawati.

“Tapi anehnya tiba-tiba terbit penetapan tersangka kepada tiga orang yaitu Pak BR, Triyono dan Vitri. Darimana Vitri ini diambil, padahal dalam pelaporan anak Mbah Tupon nggak ada nama Vitri," ucapnya.

"Setelah kami mencari tahu ternyata ketika penyelidik atau penyidik menarik nama Vitri, berarti ini terkait tanah seluas 292 meter persegi yang dijual Mbah Tupon kepada BR, yang uangnya sebagai pembiayaan pemecahan sertifikat itu dan pembuatan rumah Heri Setiawan anak Mbah Tupon,” sambung Aprillia.

Sehingga Aprillia menyimpulkan, ketika penyelidik ataupun penyidik mencari kesalahan yang dilakukan kliennya sesuai dalam pelaporan anak Mbah Tupon, namun tidak menemukannya, sehingga dialihkan pada peristiwa lainnya (pembelian tanah 292 m2 milik Mbah Tupon oleh BR).

“Sekarang pertanyaan mendasarnya, apakah terkait tanah 292 m2 yang kemudian dimiliki BR dari Mbah Tupon ada peristiwa pidananya. Nggak ada sama sekali,” tegasnya.

Pasalnya, lanjut Aprillia, pada 2020 Mbah Tupon meminta tolong kliennya untuk memecah sertifikat dan membantu memenuhi kebutuhannya, termasuk membangunkan rumah anaknya.

Saat itu menurut Aprillia, Mbah Tupon minta tolong BR untuk memecah sertfikat dan membangunkan rumah anaknya, namun saat itu Mbah Tupon tidak memiliki biaya dan minta dibiayai oleh BR, yang nantinya akan diberikan tanah seluas 300 meter persegi. 

"Dan mulai Januari 2020, BR mulai membayar kepada Mbah Tupon, ada setumpuk bukti pembayarannya, karena waktu itu Mbah Tupon minta dibayar sesuai kebutuhannya, jadi tidak dibayarkan sekaligus,” katanya.

Karena telah sah membeli tanah milik Mbah Tupon walaupun sertifikat tanah masih atas nama Mbah Tupon, maka lanjut Aprillia, kliennya telah memiliki hak penuh atas tanah tersebut, sehingga di tengah perjalanan, tanah tersebut dijual kepada seseorang bernama Suwardi.

“Ketika tanah sepenuhnya sudah beralih menjadi milik Pak BR, maka hak sepenuhnya milik Pak BR, mau diapakan juga itu urusannya Pak BR,” katanya.

Sehingga pada saat sertifikat telah selesai terpecah di tahun 2023, masih dijelaskan Aprillia, ternyata luasan tanah yang dijanjikan Mbah Tupon sekitar 300 m2 hanya menjadi 292 m2.

“Mbah Tupon mengantar sendiri sertifikat itu ke rumah Pak BR dan menjelaskan tanahnya tidak jadi 300 meter tapi hanya 292 meter persegi, dan Pak BR memaklumi serta tidak mempermasalahkannya,” ungkap Aprill.

Dia menegaskan, artinya tanah seluas 292 m2 yang dimiliki kliennya atas jual beli dengan Mbah Tupon tidak hanya memiliki legalitas, tapi juga legitimasi, karena sertifikat diantar dan diserahkan langsung oleh Mbah Tupon selaku penjual.

Bahkan dalam jual beli antara BR dan Suwardi, disampaikan Aprillia juga melibatkan Mbah Tupon, karena yang menandatangai adalah Mbah Tupon (karena saat pecah sertifikat masih atas nama Mbah Tupon) dengan istri dari Suwardi.

“Kalau peristiwa dan faktanya seperti itu, dimana peristiwa pidananya? Apa yang dilakukan Pak BR dalam persoalan ini? Tindak pidana apa?” tanya Aprillia.

Kalaupun ada yang merasa dirugikan, menurut Aprillia seharusnya pihak Suwardi yang mempermasalahkan, karena kemudian sertifikat tersebut digadaikan ke Murtejo oleh Triono yang semula dimintai tolong oleh BR untuk mencari PPAT guna membalik nama sertifikat tersebut.

“Tapi pihak Pak Suwardi tidak mempermasalahkan, dan ketika diketahui ada masalah, keduanya (BR dan Suwardi) sepakat membatalkan jual beli tersebut. Uang yang diterima Pak BR dari Pak Suwardi dikembalikan. Sudah selesai itu, nggak ada masalah,” katanya.

Malah sebaliknya, kliennya sudah memberikan sejumlah uang kepada Mbah Tupon dan membangunkan rumah anak Mbah Tupon, dan sertifikatnya pun berada di tempat pegadaian, malah dia dilaporkan ke pihak kepolisian.

"Kami mempertimbangkan (praperadilan) matang salah satunya itu kan beberapa ruang yang diberikan hukum acara pidana, termasuk melaporkan adanya penipuan. Karena diyakini dia menjadi korbannya Pak Bibit, loh elu (Mbah Tupon) yang terima duit. Berarti Pak Bibit dibohongi. Jelas ada unsur 378 (penipuan)," terang Aprillia.

Sebelumnya Polda DIY telah menggelar jumpa pers penahanan enam tersangka dari total tujuh tersangka kasus dugaan penggelapan tanah milik Mbah Tupon, pada Jumat (20/6/2025) pagi.

Ketujuh tersangka yakni laki-laki inisial BR (60) dan TJ (54) warga Kasihan, Bantul. 

Kemudian wanita inisial VW (50) warga Pundong, Bantul, lalu Ty (50) laki-laki warga Sewon, laki-laki inisial MA (47), wanita inisial IF (46) warga Kotagede dan AH (60) warga Kota Jogja. 

AH hingga saat ini masih belum ditahan, karena penyidik masih melakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Ihsan menyampaikan, terungkapnya kasus merupakan wujud komitmen Polda DIY menindak tegas segala bentuk praktik mafia tanah yang merugikan masyarakat.

"Kami pastikan proses penegakan hukum terhadap pelaku berjalan secara profesional, transparan, dan akuntabel," ungkap Kabid Humas, saat jumpa pers di Mapolda DIY. (hda)

 

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved