Terapi Lewat Warna, 43 Penyandang Autis Pamerkan Karya di GIK UGM

Para peserta pameran datang dari berbagai daerah, terutama Yogyakarta dan kota-kota sekitarnya seperti Solo, Mojokerto, dan Bojonegoro.

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Yoseph Hary W
TRIBUNJOGJA/Ardhike Indah
LUKISAN: Sebanyak 43 penyandang autis memamerkan 50 karya lukis di GIK UGM, Sabtu-Jumat (17-23/5/2025) 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Sebanyak 50 karya lukisan hasil goresan 43 penyandang autis dari berbagai daerah dipamerkan dalam ajang seni rupa bertajuk I’m Possible: Ekspresikan Dirimu, yang digelar di Gelanggang Inovasi dan Kreativitas (GIK) Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, pada 17–23 Mei 2025.

Ketua Komunitas Seni Pesona Autistik Indonesia (PAI), Mirah Hartika, menjelaskan bahwa pameran ini bukan sekadar ruang apresiasi karya, tapi juga ajakan untuk melihat seni sebagai sarana terapi bagi penyandang autis.

“Seni lukis adalah art therapy yang berdampak besar pada perkembangan kognitif anak-anak autistik. Sayangnya, kesadaran tentang hal ini di Yogyakarta masih cukup rendah,” ujarnya saat pembukaan pameran di GIK UGM, Sabtu.

Para peserta pameran datang dari berbagai daerah, terutama Yogyakarta dan kota-kota sekitarnya seperti Solo, Mojokerto, dan Bojonegoro. Ada pula yang berasal dari Jakarta. 

Lewat tema I’m Possible: Ekspresikan Dirimu, pameran ini membawa pesan bahwa keterbatasan bukanlah penghalang untuk tumbuh dan berkarya.

Pameran ini merupakan inisiatif Komunitas Seni PAI yang berbasis di Jakarta, bekerja sama dengan komunitas-komunitas lokal di Yogyakarta seperti Forum Kompak Jogja, Yayasan Permata Ananda, dan Studio Tanjakan 98.

Mirah mengungkapkan bahwa masih banyak orang tua yang belum menyadari manfaat seni lukis sebagai media penyaluran emosi dan stimulasi kognitif bagi anak-anak mereka.

“Banyak yang menganggap melukis itu hanya kegiatan biasa, padahal manfaatnya sangat besar,” tuturnya.

Dukungan juga datang dari Ketua Dewan Guru Besar UGM, Prof. Muhammad Baiquni. Ia menilai pameran ini sebagai langkah strategis dalam membangun ruang inklusif bagi penyandang autis.

“Anak-anak autis punya kekhususan, bakat, dan potensi luar biasa. Dengan terapi seperti art therapy, potensi itu bisa semakin berkembang. Kegiatan seperti ini harus terus diperkuat dan didukung,” ujarnya.

Baiquni menambahkan, kegiatan tersebut sejalan dengan jati diri UGM sebagai universitas kerakyatan dan pusat kebudayaan yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila. Ia pun berharap Yogyakarta bisa menjadi pusat gerakan seni yang inklusif.

“Yogyakarta harus memancarkan semangat dan gelombang harapan bagi Indonesia, agar keluarga-keluarga di luar sana juga bisa merasakannya,” pungkasnya. (Ard)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved