PGRI DIY Soroti Dugaan Kebocoran Soal ASPD, Pola Penyebaran Jadi Kunci

Semua aktivitas dilakukan dengan pengawasan, dan setelah selesai, naskah soal langsung diserahkan kepada tim pengetik.

Pixabay.com / F1 Digitals
Ilustrasi ujian 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Dugaan kebocoran soal Asesmen Standar Pendidikan Daerah (ASPD) 2025 kembali menjadi sorotan publik setelah sebuah unggahan di media sosial X (dulu Twitter) mengungkap kemiripan antara soal latihan dengan naskah resmi ASPD.

Dalam unggahan tersebut, ditampilkan tangkapan layar percakapan WhatsApp dan foto lembar soal Matematika, serta menyebut nama SMP Negeri 10 Yogyakarta sebagai pihak yang diduga terlibat.

Menanggapi polemik ini, Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Dr. Didik Wardoyo, SE, M.Pd, menegaskan bahwa pola penyebaran soal bisa menjadi petunjuk penting dalam menelusuri sumber kebocoran.

“Ia menjelaskan, pola penyebaran soal juga dapat menjadi petunjuk. Jika soal tersebar di beberapa sekolah, bisa jadi berasal dari lembaga bimbingan belajar. Namun, jika hanya terjadi di satu sekolah, besar kemungkinan sumbernya dari internal sekolah tersebut,” ungkap Didik, Jumat (9/5/2025).

Menurutnya, proses pembuatan soal ASPD sudah melalui mekanisme ketat dan tertutup.

Guru-guru penulis soal berasal dari perwakilan kabupaten/kota di DIY dan dikarantina selama proses penulisan. 

Mereka dilarang membawa ponsel dan tidak diperkenankan menggunakan laptop pribadi.

Semua aktivitas dilakukan dengan pengawasan, dan setelah selesai, naskah soal langsung diserahkan kepada tim pengetik.

“Dengan prosedur itu, kalau ada kebocoran, bisa dilacak apakah dari penulis atau dari bagian pengetikan,” tambahnya.

Baca juga: AKHIR DRAMA Dugaan Kebocoran Soal ASPD SMP di Jogja: Dua Soal Jadi Bonus, Tak Ada Unsur Kesengajaan

Didik juga menekankan pentingnya mengawasi keterlibatan guru dalam lembaga bimbingan belajar.

Jika seorang guru yang terlibat dalam penulisan soal juga mengajar di lembaga bimbingan belajar, maka hal tersebut bisa menjadi celah terjadinya kebocoran, dan jelas melanggar etika.

Sebagai antisipasi, tim penyusun soal ASPD selalu menyiapkan minimal tiga paket soal dengan tingkat kesulitan yang setara.

Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi kebocoran atau kejanggalan yang mungkin terjadi, sehingga ujian tetap dapat berlangsung dengan adil.

Terkait keputusan Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) DIY yang menetapkan dua soal bermasalah sebagai soal bonus, Didik menilai langkah tersebut sudah adil karena berlaku bagi seluruh peserta ujian.

Namun, ia menyoroti bahwa dalam kasus serupa sebelumnya, jumlah soal yang mirip sebenarnya lebih dari dua, dan ini seharusnya menjadi perhatian serius.

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved