Menghidupkan Kembali Aksara Pegon Lewat Festival Mlangi 2025
Pemda DIY mendorong berbagai upaya untuk menghidupkan kembali Aksara Pegon melalui pendekatan edukatif dan kultural.
Penulis: R.Hanif Suryo Nugroho | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Di tengah gempuran teknologi komunikasi digital yang terus melaju, aksara Pegon kian tersisih dari keseharian masyarakat.
Padahal, sistem tulisan berbasis huruf Arab yang digunakan untuk menuliskan bahasa Jawa ini menyimpan nilai historis dan budaya yang mendalam, terutama dalam konteks keagamaan dan tradisi pesantren di Jawa.
Menyadari urgensi pelestariannya, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mendorong berbagai upaya untuk menghidupkan kembali Aksara Pegon melalui pendekatan edukatif dan kultural.
Sekretaris Daerah (Sekda) DIY, Beny Suharsono, menyampaikan hal tersebut saat membuka Festival Mlangi pada Rabu (7/5/2025) kemarin di Lapangan Yayasan Nur Iman, Mlangi, Sleman.
Festival bertajuk "Menjawab Masa Depan Berbasis Literasi Tradisi" ini digelar sebagai medium pelestarian budaya sekaligus ruang interaksi kreatif masyarakat dalam menghidupkan kembali aksara Pegon dalam kehidupan sehari-hari.
"Aksara Pegon bukan sekadar alat tulis, tetapi juga jembatan dalam penyebaran ajaran Islam di kalangan masyarakat Jawa. Perannya sangat besar dalam karya-karya pesantren dan penyampaian nilai-nilai keagamaan," ujar Beny.
Ia menekankan bahwa pelestarian budaya tidak cukup hanya bersifat konservatif, tetapi harus menjadi proses transformasi aktif yang merespons dinamika zaman.
Lebih dari sekadar agenda budaya, Festival Mlangi diharapkan menjadi titik temu antara nilai-nilai tradisional dengan semangat kekinian.
Melalui berbagai kegiatan yang digelar selama empat hari, mulai dari pentas seni, perlombaan, hingga bazar UMKM, festival ini terbuka bagi masyarakat luas tanpa pungutan biaya masuk.
Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah (DPAD) DIY, Kurniawan, mengungkapkan bahwa lahirnya acara ini dilandasi oleh kesadaran kolektif terhadap pentingnya merawat kekayaan aksara nusantara.
“Aksara Pegon bukan hanya sistem tulisan, tetapi juga warisan sejarah ilmu dan nilai-nilai keagamaan yang telah tumbuh lama di masyarakat,” ujarnya.
Senada dengan itu, Ketua Yayasan Nur Iman Mlangi, KH Tamyis Mukharom, mengatakan bahwa Festival Mlangi juga menjadi langkah untuk menjadikan Mlangi sebagai pusat kebudayaan yang reflektif dan adaptif.
“Tradisi tidak boleh hanya dijaga, tapi juga ditumbuhkan kembali dalam cara yang relevan. Membaca, mengajarkan, dan menafsirkan ulang nilai-nilai itu adalah tugas kita untuk generasi mendatang,” kata Tamyis.
Festival ini merupakan hasil kolaborasi lintas sektoral antara DPAD DIY dengan Yayasan Nur Iman, berbagai pesantren di kawasan Mlangi, Takmir Masjid Pathok Negoro, dan elemen masyarakat setempat.
Diharapkan, kolaborasi semacam ini dapat menjadi model pelestarian budaya yang berkelanjutan dan inklusif, menjangkau generasi muda dengan pendekatan yang kontekstual.
Dengan berlangsungnya Festival Mlangi hingga 10 Mei 2025, masyarakat diajak untuk tidak hanya mengenang, tetapi juga kembali mempraktikkan aksara Pegon sebagai bagian dari identitas dan kekayaan literasi lokal. (*)
589 PNS Pemda DIY Pensiun Tahun 2025, Begini Pesan Komisi A DPRD DIY |
![]() |
---|
Digitalisasi Keuangan Jadi Kunci, BPD DIY Dorong Optimalisasi ETPD Lewat KKPD dan KKI |
![]() |
---|
Pengolahan Sampah Jadi Listrik di DIY Ditargetkan Beroperasi 2027 |
![]() |
---|
Eko Suwanto Desak Pemda DIY Tingkatkan Fasilitasi Pemberdayaan Ekonomi Kreatif |
![]() |
---|
Pameran Aksara Gata Klaten Tampilkan Koleksi Batik, Prasasti hingga Aksara Kuno |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.