Sepertiga dari Total Pernikahan di Kota Yogyakarta Tahun 2024 Berujung Perceraian, Ini Alasannya

Dari 1.500an pernikahan di Kota Yogya, sekitar 500, atau sepertiganya berakhir talak dan diputus cerai.

Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Muhammad Fatoni
trumpetandhorn.com via popbela.com
ILUSTRASI pernikahan 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Sepertiga dari total angka pernikahan di Kota Yogyakarta selama 2024 berujung pada perceraian.

Janji suci terpaksa harus diakhiri karena beragam alasan.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Yogyakarya, Retnaningtyas, mengatakan, data itu tercatat di sepanjang tahun lalu.

Dijelaskan, dari 1.500an pernikahan di Kota Yogya, sekitar 500, atau sepertiganya berakhir talak dan diputus cerai.

Terdapat beberapa faktor yang jadi latar belakang fenomena tersebut.

Mulai dari pernikahan di bawah umur karena faktor mental yang belum siap. Lalu, adanya kekerasan di dalam keluarga, yang beberapa kasus ditangani oleh UPT Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kota Yogya.

"Makanya, pekerjaan rumah pemerintah harus menguatkan dari sisi keluarganya. Kalau keluarganya kuat, insyaallah tidak akan jadi pelaku, tidak akan jadi korban," katanya, Selasa (6/5/2025).

Pihaknya pun mencatat, berdasarkan data kekerasan 2024 yang masuk di UPT PPA, terdapat 199 kasus, di mana sebagian besar menimpa perempuan dan anak-anak. 

Kemudian, selaras data dari Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kota Yogya di tahun yang sama, terdapat 178 keluarga yang dikategorikan bermasalah secara sosial dan psikologi.

"Kemudian, masih banyak juga keluarga-keluarga yang memiliki anak, yang menikahnya di bawah umur. Kemarin di 2024 itu tercatat ada 27 anak yang mendapatkan dispensasi nikah," ujarnya.

Retna menandaskan, bahwa fenomena tersebut tidak bisa selesai pada pernikahan saja.

Sebab, ketika tidak mendapat pendampingan yang memadahi, akan muncul permasalahan-permasalahan baru di kemudian hari.

Misalnya, terkait perekonomian yang bisa berujung pada kekerasan keluarga, hingga potensi stunting jika pasangan muda-mudi tersebut dikaruniai anak saat kondisinya belum stabil.

"Karena belum berpenghasilan tetap, karena keduanya masih anak-anak, dampaknya juga akan terjadi kasus kemiskinan baru. Sudah stunting, miskin baru, akhirnya terjadi cekcok," tandasnya.

Oleh sebab itu, dengan rentetan kasus tersebut, tidak mengherankan tren perceraian di Kota Pelajar cenderung cukup tinggi.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved