Kemenkes Wajibkan Calon Dokter Spesialis Jalani Tes Psikologi Setiap Enam Bulan Sekali
Salah satu aturan yang wajib dilaksanakan oleh setiap calon dokter spesialis yang akan mengikuti PPDS adalah menjalani tes psikologi.
Penulis: Hari Susmayanti | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM, JAKARTA - Kasus pemerkosaan oleh oknum dokter yang tengah mengikuti program pendidikan dokter spesialis (PPDS) terhadap keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung menjadi perhatian serius bagi Kementrian Kesehatan.
Untuk mencegah kejadian terulang, Kementrian Kesehatan pun membuat aturan baru.
Salah satu aturan yang wajib dilaksanakan oleh setiap calon dokter spesialis yang akan mengikuti PPDS adalah menjalani tes psikologi.
"Yang pertama adalah pada saat rekrutmen dari calon peserta pendidikan dokter spesialis, itu diwajibkan untuk mengikuti tes psikologis," ucap Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin saat konferensi pers di Gedung Kemenkes, Jakarta, Senin (21/4/2025). seperti yang dikutip dari Kompas.com.
Budi mengungkapkan, tes psikologi bagi calon dokter spesialis ini tidak hanya dilakukan saat awal rekruitmen saja.
Nantinya, tes psikologi akan dilaksanakan secara rutin setiap enam bulan sekali.
Tes psikologi ini dilakukan untuk mengetahui kondisi kejiwaan calon dokter spesialis sebelum resmi diangkat sebagai dokter spesialis.
Baca juga: Respon Kemenkes Atas Kasus Kekerasan Seksual Onkum Dokter PPDS Unpad di RSHS
Selain untuk mengetahui kondisi kejiwaan, tes psikologi ini dilakukan agar mahasiswa kedokteran dapat melanjutkan pendidikannya.
"(Dengan tes kejiwaan) kita bisa mengetahui kondisi kejiwaannya dari yang bersangkutan untuk bisa melakukan pendidikan. Nantinya bisa melayani masyarakat dengan sebaik-baiknya," kata Budi.
"Kami ingin memastikan bahwa setiap enam bulan harus dilakukan screening psikologi sehingga kondisi kejiwaannya bisa dimonitor," ujar dia.
Kemenkes juga berjanji akan mengambil langkah transparansi dari proses rekrutmen dokter spesialis.
"Sehingga tidak ada lagi preferensi-preferensi khusus yang mengakibatkan kita akan salah pilih dari peserta pendidikan dokter spesialis ini," kata Budi.
Budi mengakui bahwa banyak dokter spesialis yang bermasalah karena bukan berasal dari tempat yang seharusnya perlu diisi.
"Perlu afirmasi bagi putra-putri daerah untuk mengisi informasi dokter-dokter spesialis yang banyak sekali kosong di kota-kota luar Jawa," jelasnya. (*)
Di Bawah Ancaman, Siswi di Gunungkidul Jadi Korban Pemerkosaan hingga Hamil, Kini Putus Sekolah |
![]() |
---|
Kabupaten Klaten Dinilai Tim Verifikator Lapangan Kemenkes RI Soal STBM Award 2025 |
![]() |
---|
Kisah Pilu Korban Pemerkosaan di NTT, Lapor Polisi Malah Kembali Dilecehkan Oknum Baju Cokelat |
![]() |
---|
UPDATE Gejala Covid-19 Varian JN.1 Mirip Flu, Kemenkes Ungkap Fakta Terbaru |
![]() |
---|
Respon Surat Edaran Kemenkes Soal Covid, Dinkes Klaten: Koordinasi dengan Rumah Sakit |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.