Kata Grengseng Saat Acara Halal Bihalal: Mau Cari di Iran, Suriah, Palestina, Budaya Ini Tak Ada

Bupati Magelang Grengseng Pamuji bersama jajaran Forkopincam Secang menghadiri acara halal bihalal bersama Pegawai Tidak Tetap (PTT)

Penulis: Yuwantoro Winduajie | Editor: Iwan Al Khasni
Tribunjogja.com/Istimewa
HALALBIHALAL: Bupati Magelang Grengseng Pamuji Saat Menyapa Para PTT) Tenaga Kependidikan Kabupaten Magelang pada acara Halal Bihalal 

Tribunjogja.com Magelang -- Bupati Magelang Grengseng Pamuji bersama jajaran Forkopincam Secang menghadiri acara halal bihalal bersama Pegawai Tidak Tetap (PTT) Tenaga Kependidikan Kabupaten Magelang di aula SMP Negeri 2 Secang, Sabtu (19/4/2025).

Secara pribadi maupun mewakili Pemerintah Kabupaten Magelang, Grengseng menyampaikan ucapan selamat hari raya. Ia juga memohon maaf apabila terdapat kesalahan.

"Semoga dengan kita saling memaafkan, akan saling mempererat tali silaturahmi membangun persaudaraan kebersamaan demi kemajuan kita semua," ucap Grengseng saat membuka sambutan pada acara halal bihalal.

Grengseng mengatakan bahwa dirinya telah beberapa kali menghadiri kegiatan halal bihalal. Meski demikian, ia terus mengingatkan bahwa halal bihalal merupakan budaya khas Indonesia.

"Anda mau cari di Irak, Iran maupun Yaman, Suriah, Palestina budaya ini tidak ada," kata Grengseng.

Ia menjelaskan, perayaan Idul Fitri dalam bentuk halal bihalal merupakan perwujudan nilai-nilai ketuhanan yang diaktualisasikan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, sebagaimana dicetuskan oleh para founding fathers bangsa.

Menurut Grengseng, konsep halal bihalal lahir dari diskusi antara Kyai Wahab Hasbullah dan Bung Karno sekitar tahun 1950, yang kemudian merumuskan tradisi lebaran dan halal bihalal.

Melalui diskusi tersebut, bangsa Indonesia mengenal Islam sebagai rahmatan lil alamin. Bahkan, umat non-Muslim pun ikut merayakan momen lebaran dan mudik, sehingga menjadi budaya bersama tanpa harus kehilangan nilai-nilai religius masing-masing.

Dalam kesempatan itu, Grengseng juga menyampaikan catatan sejarah lainnya, yakni mengenai pentingnya budaya mengheningkan cipta.

Ia mengisahkan, tradisi mengheningkan cipta bermula saat para pendiri bangsa merancang Negara Kesatuan Republik Indonesia, terutama dalam sidang BPUPKI, PPPKI, dan forum-forum lainnya. 

Saat terjadi kebuntuan atau deadlock, pimpinan sidang memutuskan untuk berhenti sejenak dan mengajak seluruh peserta untuk mengheningkan cipta memohon petunjuk Tuhan Yang Maha Kuasa.

"Namun hari ini, sayangnya mengheningkan cipta hanya akan kita nikmati di upacara hari Senin saja," kata Grengseng.

Ia juga menekankan pentingnya membangkitkan kembali budaya musyawarah untuk mufakat, khususnya di kalangan tenaga kependidikan Kabupaten Magelang, serta melibatkan nilai ketuhanan dalam pengambilan keputusan.

"Sehingga apabila nanti terjadi death lock maka kita perlu berhenti sejenak untuk mengheningkan cipta dan berdoa kepada Tuhan agar diberikan hidayah dan jalan keluar dan keputusan yang terbaik," ujarnya.

Sementara itu, perwakilan dari Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Magelang, Subur, menyampaikan bahwa soliditas di internal PTT menjadi modal utama dalam menjalankan tugas sebagai pendidik secara optimal.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved