DPKP DIY Temukan 26 Kasus Kematian Ternak karena Antraks Sejak Februari 2025
Dari total 26 kasus kematian hewan akibat antraks, 15 ekor berasal dari Girisubo dan 11 ekor dari Rongkop, Gunungkidul
Penulis: R.Hanif Suryo Nugroho | Editor: Muhammad Fatoni
Pemerintah juga melarang masyarakat menjual bangkai ternak maupun mengonsumsi hewan yang mati mendadak.
Hal ini merespons tradisi brandu, yakni kebiasaan mengonsumsi daging hewan mati, yang dinilai menjadi salah satu faktor utama penyebaran antraks di Gunungkidul.
“Antraks ditularkan melalui spora yang sangat tahan terhadap lingkungan. Spora ini bisa bertahan hidup selama 40 hingga 60 tahun. Inilah sebabnya DIY hingga kini masih masuk dalam kategori daerah endemis,” ucap Syam.
Ia menambahkan, dalam sejumlah kasus, kematian hewan dengan gejala antraks tidak segera dilaporkan maupun dikubur, melainkan dagingnya justru diberikan kepada tetangga.
Kondisi ini memperbesar potensi penyebaran penyakit di komunitas.
DPKP mengimbau masyarakat untuk segera melapor jika menemukan ternak yang mati mendadak dengan gejala antraks, seperti pendarahan dari lubang-lubang tubuh, pembengkakan di leher, dan kematian mendadak tanpa gejala jelas. (*)
Ratusan Peternak di DIY Ikuti Kontes Hewan Ternak di Gunungkidul |
![]() |
---|
DPKP DIY Minta Petani Segera Tebus Pupuk Bersubsidi |
![]() |
---|
Warga Gunungkidul Dibuat Resah Serangan Hewan Liar yang Hisap Darah Ternak |
![]() |
---|
Hewan Ternak Mati karena Penyakit Menular, 14 Peternak di Gunungkidul Mendapat Kompensasi |
![]() |
---|
DPP Kulon Progo Terjunkan Tim Selidiki Serangan Hewan Liar pada Ternak di Nanggulan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.