Ponpes Bidayatussalikin: Kisah Perjuangan 'Sembuh' dari Jerat Narkoba di Lereng Gunung Merapi

Bukan pondok pesantren biasa, karena mereka memadukan antara madrasah, dengan pusat rehabilitasi narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya.

|
Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Yoseph Hary W
TRIBUN JOGJA/AZKA RAMADHAN
DRAMA SANTRI: Santri Ponpes Bidayatussalikin menyuguhkan pertunjukan drama, di sela agenda tasyakuran dan peresmian kompleks asrama, Kamis (10/4/25). Ponpes ini berisi orang-orang yang ingin pulih dari jerat narkoba. 

TRIBUNJOGJA.COM - Lokasinya berada di lereng Gunung Merapi, atau tepatnya di Desa Turgo, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman.

Di lokasi yang berjarak sekitar 30 kilometer dari pusat Kota Yogya tersebut, berdiri sebuah Pondok Pesantren (Ponpes), yang diberi nama Bidayatussalikin Islamic Boarding School.

Bukan pondok pesantren biasa, karena mereka memadukan antara madrasah, dengan pusat rehabilitasi narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya (narkoba).

Tribun Jogja pun berkesampatan menyambangi Ponpes Bidayatussalikin pada kegiatan tasyakuran dan peresmian kompleks asrama, Kamis (10/4/25).

Sebuah momen istimewa yang meneguhkan keberadaan ponpes tersebut, setelah pemerintah pusat secara resmi menghibahkan tanahnya.

Berbagai pertunjukan seni budaya yang kental dengan nuansa religius pun disuguhkan para santri yang sedang berjuang lepas dari jerat narkoba.

Tasyakuran berlangsung hingga malam hari, diakhiri agenda wayangan, yang selaras rencana akan dihadiri Wakil Bupati Sleman, Danang Maharsa.

"Alhamdulillah, kami sudah diberikan tanah oleh pemerintah. Tanah secara resmi diserahkan kepada pondok," ucap Pimpinan Ponpes Bidayatussalikin, KH Abdullah Deny Setiawan.

Dijelaskan, saat ini, di ponpesnya terdapat 35 santri yang sudah masuk masa pemulihan dan bisa bersekolah lagi, serta 63 santri yang menjalani rehabilitasi.

Para santri tersebut sebagian besar berasal dari wilayah Jawa Tengah, serta beberapa dari Lampung dan Yogyakarta, dengan rentang usia SMP hingga lansia.

"Tiga bulan awal dia masuk ponpes, sebelum jadi santri, kita tangani dulu dengan metode religius. Kalau dalam tiga bulan sudah ada perubahan, di antaranya sudah tertib ibadah dan paling tidak hafal juz 30, dia bisa sekolah atau kuliah lagi," katanya.

Ia pun tidak menampik, sebagian besar santri datang ke ponpesnya secara 'terpaksa', dengan diantar orangtua atau pihak kepolisian, bagi yang tercokok karena kasus narkoba.

Sehingga, dibutuhkan metode pendekatan khusus, supaya mereka benar-benar tergerak untuk lepas dari ketergantungan obat-obatan terlarang.

"Yang jelas, mereka dipaksa, terpaksa dan terbiasa. Sangat sulit, sehingga harus dipaksa dulu. Dari 10 santri, mungkin hanya satu yang datang dengan niat mau sembuh," ungkap Deny.

Namun, berdasar pengalamannya, setelah beberapa pekan menjalani aktivitas di Ponpes Bidayatussalikin, calon santri sudah menunjukkan perubahan adab.

Rasa malu terhadap kesalahan-kesalahan yang pernah dibuatnya dalam kehidupan lampau, terus ditekankannya secara perlahan dan bertahap.

"Misalnya, santri yang terlanjur punya tatto, pasti dia berusaha menutupi, agar tidak terlihat. Malu itu kan bagian dari iman, kita tekankan terus, melalui kajian dan tausiyah," terangnya.

Meski demikian, sejak beroperasi pada kisaran 2016, kasus santri kabur karena tidak kuat menjalani rentetan treatment pun berulang kali dijumpai.

Bahkan, beberapa di antaranya ada yang melakukan percobaan kabur dari ponpes secara berkelompok, dengan cara-cara yang cenderung nekat.

 "Itu sudah biasa. Yang kami sayangkan, ada juga santri kabur kemudian playing victim, sampai orangtuanya terlena. Bukannya membela pondok, malah kami yang disalah-salahkan sampai diancam mau dipolisikan," ucapnya.

"Tapi sekarang dengan posisi kami sudah dibantu beberapa stakeholder, dari pemerintah, kepolisian, BNNK dan perguruan tinggi, membuat kami semakin kuat," tambah Deni.

Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Kabupaten Sleman, Kombes Pol Teguh Tri Prasetya, menuturkan, bahwa Bidayatussalikin merupakan satu-satunya mitra swastanya yang berbasis ponpes.

Terang saja, keberadaan Ponpes Bidayatussalikin mendapat atensi luas, baik dari BNN di kabupaten atau kota lain di tanah air, hingga level pusat.

"Nanti, barangkali mendekati hari anti narkotika internasional, menjadi pertimbangan kami, Kyai Deni selaku pimpinan ponpes, kami usulkan mendapat penghargaan dari Kepala BNN RI," ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut, ia pun berharap, para pecandu atau korban narkoba yang ingin sembuh, supaya tak perlu merasa khawatir dan takut. 

Sebab, banyak pihak yang peduli dan membuka tangannya untuk memberikan pendampingan sampai benar-benar lepas dari adiksi.

"Kalau adiksinya sedang dan tinggi, bisa datang ke sini. Layanannya juga bisa diakses gratis ya, tergantung kondisi keluarganya, karena di sini ada metode subsidi silang," pungkasnya. (aka)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved