Sejumlah Pedagang di Bantul Berharap Pemerintah Kaji Ulang Kebijakan Keran Impor Daging

Kebijakan tersebut berpotensi membuat harga jual daging lokal di pasaran anjlok.

hsh.co.id
Ilustrasi ekspor-impor 

TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Sejumlah pedagang daging di Kabupaten Bantul berharap kepada pemerintah agar mengkaji kembali kebijakan keran impor daging yang dibuka lebar.

Pasalnya, kebijakan tersebut berpotensi membuat harga jual daging lokal di pasaran anjlok.

Seorang peternak sapi di Kalurahan Argomulyo, Kapanewon Sedayu, Kabupaten Bantul, Rika Daru Efendi, mengaku terkejut dengan adanya kabar tersebut.

Ia turut memperkirakan harga jual daging impor tersebut akan lebih murah dibandingkan harga daging lokal.

"Nanti, kalau harga daging sapi dari luar saat dijual di Indonesia lebih murah, misalnya hanya Rp80 ribu per kilogram, sedangkan harga daging di sini Rp120 ribu per kilogram, ya nanti harga sapi sini ikut anjlok," katanya saat dikonfirmasi Tribunjogja.com, Rabu (9/4/2025).

Saat ini, pihaknya belum bisa memperkirakan bagaimana kualitas daging impor tersebut.

Akan tetapi, ada kemungkinan kualitas daging tersebut tidak kalah saing dengan daging lokal.

Apalagi para peternak luar negeri sudah banyak yang menggunakan alat canggih untuk hewan ternak tersebut, sedangkan di Indonesia masih banyak menggunakan metode tradisional.

"Tapi, masyarakat itu kan biasanya mencari produk yang lebih murah. Ya, kalau daging impor itu harganya murah, pasti masyarakat cari yang murah. Nah, kami yang lokal juga mau tidak mau bersaing harga jual daging dan mungkin harga jual daging di pasaran bisa hancur," ucap dia.

Baca juga: Jumlah Kasus Kriminalitas dan Kecelakaan di Bantul Naik Selama Operasi Ketupat 2025

Pihaknya pun memperkirakan, daging impor yang masuk ke Indonesia dibawa dalam kondisi beku.

Kemudian, saat sampai di Indonesia, daging itu dicairkan seperti daging yang dijual pada umumnya.

Maka dari itu, ia mulai memikirkan bagaimana kualitas daging lokal dapat bersaing dengan kulitas daging impor.

"Tapi, InsyaAllah kulitas daging kita masih unggul dan enggak kalah dengan kualitas daging impor. Cuma, kalau harga jual daging sapi turun, maka peternak sapi berpotensi berkurang. Ya saya menyayangkan hal itu ya," tuturnya.

Belum lagi, apabila terjadi wabah penyakit hewan yang juga berpotensi menurunkan harga jual sapi.

Seperti halnya saat terjadi wabah penyakit mulut dan kuku pada beberapa waktu lalu, yang membuat harga jual sapi di pasaran menurun.

Di mana, harga jual sapi yang tadinya Rp18 juta-Rp20 juta per ekor bisa menjadi Rp10 juta-Rp15 juta per ekor.

"Kemarin, waktu ada wabah itu, saya beli sapi peranakan ongole betina bobot sekitar 400-an kilogram yang biasanya Rp18 juta malah jadi Rp10,5 juta. Lah itu kan turun drastis ya. Belum lagi kalau ada kasus serupa saat kebijakan keran impor daging dibuka, ya pasti harga juga bertambah turun ya," kata Rika.

Kini pihaknya hanya bisa menaruh harapan kepada Pemerintah Pusat agar dapat mengkaji dan memikirkan ulang kebijakan keran impor daging tersebut.

Menurutnya, kondisi itu akan berimbas pada hukum ekonomi lainnya.

Senada, Pengurus Paguyuban Pedagang Daging Sapi di Kalurahan Segoroyoso, Kapanewon Pleret, Kabupaten Bantul, Miyadiana, turut berharap agar pemerintah dapat memikirkan kembali kebijakan impor daging tersebut. 

"Secara agama Islam, Tuhan itu pasti memberikan rezeki. Kalau kita berikhtiar pasti kita diberikan rezeki. Tapi, secara bisnis ya kebijakan itu sangat mengkhawatirkan karena pasti perekonomian daging anjlok," ucap dia.

Ia pun memperkirakan penurunan produk jual daging lokal bisa mencapai 30 sanpai 55 persen.

Misalnya, yang biasanya produk pedagang daging laku 50 kilogram per hari, dimungkinkan hanya laku 20 kilogram per hari.

Selain itu, pihaknya juga berhadap kepada pemerintah agar dapat memikirkan proses penyembelihan dari hewan ternak.

Sebab, masyarakat dan pihaknya juga tidak tahu, daging impor yang dijual belikan nanti apakah disembelih seusai dengan syariat Islam atau sebaliknya. 

"Masyarakat Indonesia itu kan cukup banyak yang beragama Islam. Dan di dalam hukum Islam itu kan kalau mengkonsumsi daging, harus melalui proses penyembelihan yang sah dan halal. Nah, kalau daging impor itu, nanti gimana proses penyembelihan hewannya?," ujar dia.

Pihaknya juga berhadap agar pemerintah turut memperhatikan dari sisi proses penyembelihan hewan daging impor sebelum sampai ke pasaran Indonesia.

Nantinya, apabila dinyatakan daging impor itu halal, maka pemerintah diminta agar mampu mempertanggungjawabkan label halal tersebut. 

"Saya juga belum tahu, urgensi pemerintah itu buka keran impor daging untuk apa. Karena, kalau misalnya itu untuk pemenuhan kebutuhan, saya rasa saat ini masih aman. Bahkan, kami di Segoroyoso juga masih mampu mencukupi permintaan pasar di DIY," tutup dia.(*)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved