Ekonom UGM Paparkan Tips Jitu Hadapi Tarif Trump: Indonesia Bisa Pakai Strategi Campuran

Dengan adanya tambahan tarif ini, total beban tarif bagi produk Indonesia bisa mencapai 37 persen.

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Muhammad Fatoni
DOK. www.whitehouse.gov
Tangkapan Layar Laman Resmi White House, Presiden Amerika Serikat Donald Trump 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Presiden Amerika Serikat, Donald Trump menetapkan kebijakan tarif impor baru sebesar 32 persen terhadap produk asal Indonesia.

Ekonom dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM), Muhammad Edhie Purnawan, Ph.D., menyebutkan bahwa kebijakan tarif impor baru ini berpotensi membawa dampak signifikan bagi perekonomian Indonesia.

Dengan adanya tambahan tarif ini, total beban tarif bagi produk Indonesia bisa mencapai 37 persen.

Kondisi ini akan berpengaruh besar terutama pada ekspor seperti elektronik, alas kaki, dan pakaian, yang berkontribusi besar pada ekspor ke AS pada 2024 dengan surplus USD 16,84 miliar. 

“Dampak kepada perekonomian Indonesia adalah terjadinya penurunan ekspor karena barang Indonesia menjadi lebih mahal dan mengurangi daya saing,” terangnya saat dihubungi Selasa (8/4/2025).

Dosen Departemen Ilmu Ekonomi FEB UGM ini menambahkan sektor padat karya seperti tekstil dan alas kaki juga berisiko terdampak.

Tidak hanya itu, tingkat kemiskinan dapat meningkat dengan prediksi dampak yang serupa di Vietnam selama perang dagang AS-China pada tahun 2019. 

“Penurunan pendapatan ekspor juga bisa menyebabkan depresiasi rupiah, naiknya inflasi, dan melemahnya neraca fiskal, hingga menurunkan penerimaan pajak,” imbuhnya.

Kendati begitu, Edhie Purnawan mengatakan bahwa tarif impor baru ini juga membuka peluang meningkatkan pangsa pasar di AS untuk pakaian dan alas kaki.

Sebab, tarif Indonesia (32 persen) lebih rendah dibandingkan Vietnam (46 % ) dan Kamboja (49 % ).

Baca juga: Tarif Baru AS Ancam Ekspor DIY, Pemerintah Siapkan Strategi Mitigasi

Selain itu, kebijakan tarif impor baru ini juga membuka peluang menarik relokasi investasi dari negara lain yang terkena dampak tarif besar seperti China. 

Lantas langkah apa yang seharusnya diambil oleh pemerintah Indonesia Menghadapi kebijakan AS ini?

Edhie menyebutkan respons optimal Indonesia yang dapat dilakukan dengan menerapkan strategi campuran antara diplomasi ekonomi, diversifikasi, dan dukungan domestik.

Dia menjelaskan, Indonesia dapat memilih jalur diplomatik, menghindari retaliasi, dengan revitalisasi Trade & Investment Framework Agreement (TIFA) untuk membahas hambatan perdagangan.

Kemudian, deregulasi non-tariff measures (NTMs), seperti relaksasi persyaratan kandungan lokal untuk perusahaan Information dan Communication Technology (ICT) AS, seperti GE, Apple, Oracle, Microsoft berpotensi untuk menawarkan insentif fiskal seperti pemotongan bea masuk, pajak penghasilan, dan PPN, menjadi insentif bagi perusahaan-perusahaan AS.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved