Ratusan Akademisi Tuntut Penanganan Hukum yang Tuntas dari Rentetan Teror ke Jurnalis
Ia menilai kasus pengiriman kepala babi dan bangkai tikus ke kantor Majalah Tempo adalah ancaman nyata terhadap kebebasan pers.
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Yoseph Hary W
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah
TRIBUNJOGJA.COM - Kebebasan pers dan berekspresi di Indonesia dinilai semakin terancam. Hal ini terlihat dari rentetan teror yang terjadi pada sejumlah jurnalis Indonesia.
Salah satu yang mendapat sorotan adalah aksi teror terhadap redaksi Tempo yang dikirimi paket berisi kepala babi tanpa telinga pada 19 Maret 2025 dan bangkai tikus pada 22 Maret 2025.
Paket berisi kepala babi itu dikirim oleh kurir untuk Francisca Christy Rosana, wartawan desk politik Tempo dan host Bocor Alus Politik. Teror masih berlanjut, Tempo mendapat kiriman bangkai enam ekor tikus yang dipenggal, Sabtu 22 Maret 2025, pukul 08.00 WIB.
Diketahui, Majalah Tempo dikenal sebagai media yang secara konsisten mengkritik rezim politik Jokowi hingga Prabowo.
Para akademisi juga menyoroti, peristiwa itu mengingatkan teror terhadap koran Suara Indonesia di Malang, Jawa Timur, yang terjadi pada Rabu, 16 November 1984 pukul 03.00 dini hari.
Kantor redaksi media ini dikirimi paket misterius berisi potongan kepala manusia. Pada waktu itu, koran Suara Indonesia dikenal kritis terhadap gelombang aksi penembakan di berbagai kota oleh instansi militer (ABRI) terhadap orang yang dituding sebagai preman atau gali pada masa rezim Orde Baru yang dikenal dengan akronim petrus (penembak misterius) pada kurun 1982-1985.
Guru Besar Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII), Prof. Dr. rer. soc. Masduki, S.Ag., M.Si, menegaskan bahwa kondisi kebebasan pers dan berekspresi saat ini tidak baik-baik saja.
Ia menilai kasus pengiriman kepala babi dan bangkai tikus ke kantor Majalah Tempo adalah ancaman nyata terhadap kebebasan pers.
Dia menilai, insiden ini bisa terjadi pada media massa lain dan menjadi gejala besar dalam upaya pendisiplinan terhadap mereka yang memproduksi pengetahuan.
“Ada upaya untuk membangun kekuatan yang melawan pengetahuan atau antisains dan ini akan berdampak pada kebebasan akademik di Indonesia,” kata dia dalam penyampaian petisi publik oleh Akademisi Komunikasi untuk Kebebasan Berekspresi dan Kebebasan Pers atau yang biasa disingkat AKBP secara daring, Rabu (26/3/2025).
Maka, ratusan akademisi yang tergabung dalam forum AKBP itu turut menyampaikan petisi publik terkait berbagai insiden teror terhadap jurnalis.
Setidaknya, ada lebih dari 150 akademisi yang menandatangani petisi itu. Mereka berasal dari sejumlah perguruan tinggi, antara lain Universitas Islam Indonesia, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Indonesia.
Dr. Senja Yustitia dari Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) menyatakan beberapa tuntutan dari AKBP.
Pertama, penanganan Hukum yang menyeluruh. Para akademisi menuntut penanganan hukum yang menyeluruh terhadap kasus teror dan intimidasi yang menimpa Majalah Tempo dan jurnalisnya.
“Polisi harus menghentikan praktik impunitas dengan tidak melakukan undue delay. Sebaliknya, polisi harus menjunjung supremasi hukum dengan menegakkan undang-undang pers yang menjamin kebebasan jurnalis untuk mengumpulkan, mengolah, dan
menyebarluaskan berita,” kata dia.
Kedua, tindakan tegas terhadap pelaku intimidasi. Akademisi mendesak pelaku intimidasi dijerat dengan pasal 18 ayat (1) Undang-undang No 40 Tahun 1999 tentang Pers karena telah menghambat kerja jurnalistik.
“Dewan Pers perlu menerjunkan Satgas Anti-Kekerasan guna memastikan kepolisian
mengusut kasus ini dengan tuntas. Jurnalis melakukan kerja pers sebagai bentuk check and balances serta pengimplementasian tugasnya sebagai pilar keempat demokrasi,” jelasnya.
Maka, segala bentuk intimidasi dan ancaman yang dilakukan merupakan bentuk penghalang-halangan kerja pers yang dapat berakibat pada terlanggarnya hak atas jaminan rasa aman bagi jurnalis serta terlanggarnya hak publik atas informasi.
Sementara itu, Dian Dwi Anisa dari Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII) menambahkan tuntutan khusus terkait pernyataan kontroversial Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi.
Ketiga, mereka meminta permintaan maaf dari Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi.
Dikatakan Dian, akademisi menuntut Hasan Nasbi meminta maaf secara terbuka atas pernyataannya yang dinilai tidak menghargai kebebasan pers.
“Ucapan yang menyarankan media untuk memasak kepala babi tersebut dianggap menunjukkan sikap kurang empati dari pemerintah dan memberi kesan bahwa media harus menerima intimidasi tanpa perlindungan. Pernyataan ini juga dinilai mencederai nurani serta akal sehat publik,” terangnya.
Keempat, pentingnya perspektif empati dalam pemerintahan. Dikatakan Dian, akademisi menegaskan bahwa pejabat negara, khususnya juru bicara presiden, harus memiliki perspektif yang lebih empatik dan menjamin hak masyarakat untuk memperoleh informasi tanpa tekanan.
Selain itu, mereka juga menyoroti meningkatnya ancaman terhadap akademisi sejak akhir periode pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Puluhan akademisi, termasuk guru besar, mengalami intimidasi yang berdampak pada kebebasan akademik di Indonesia. Menurut mereka, fenomena ini semakin memperburuk situasi demokrasi di Tanah Air.
Mereka menegaskan bahwa pembungkaman terhadap kebebasan pers, berekspresi, dan akademik adalah tindakan inkonstitusional yang melanggar Pasal 28F Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
Oleh karena itu, mereka menyerukan perlindungan bagi kebebasan akademik dan kebebasan berekspresi agar demokrasi di Indonesia tidak hanya berjalan secara prosedural, tetapi juga secara esensial.
"Kami menyatakan solidaritas bersama Tempo, jurnalis, serta aktivis kebebasan berekspresi dalam melawan represi politik otoritarian," tegas pernyataan mereka. (Ard)
teror wartawan Tempo
Teror kepala babi
Universitas Gadjah Mada (UGM)
Universitas Islam Indonesia (UII)
Universitas Indonesia (UI)
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY)
Proses Hukum Affan Kurniawan Harus Transparan, Pakar Hukum UMY: Jangan Berhenti di Sanksi Internal |
![]() |
---|
Civitas Akademika FKIK UMY Kecam Insiden Intimidasi yang Dialami Dokter Syahpri, Ini Sikapnya |
![]() |
---|
Status Mahasiswa Magister UGM Kampus Jakarta Jadi Aktor Intelektual Pembunuhan Kacab Bank |
![]() |
---|
FTSP UII Gelar Summer School, Hadirkan Mahasiswa Enam Negara Belajar Kebencanaan Geologi |
![]() |
---|
UGM Nonaktifkan Mahasiswa Pelaku Penculikan dan Pembunuhan Kacab Bank BUMN |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.