Puisi

Makna Puisi Sajak Sebatang Lisong Karya W.S. Rendra

W.S. Rendra adalah sosok seniman yang tidak hanya menciptakan karya seni yang indah, tetapi juga menggunakan seninya sebagai alat untuk menyuarakan ke

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Joko Widiyarso
Tribun Jateng
Gambar Foto Penyair WS Rendra 

tetapi pertanyaanku

membentur jidat penyair-penyair salon,

yang bersajak tentang anggur dan rembulan,

sementara ketidakadilan terjadi di sampingnya,

dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan

termangu-mangu di kaki dewi kesenian.


Bunga-bunga bangsa tahun depan

berkunang-kunang pandang matanya,

di bawah iklan berlampu neon.

Berjuta-juta harapan ibu dan bapak

menjadi gebalau suara yang kacau,

menjadi karang di bawah muka samodra.


Kita mesti berhenti membeli rumus-rumus asing.

Diktat-diktat hanya boleh memberi metode,

tetapi kita sendiri merumuskan keadaan.

Kita mesti keluar ke jalan raya,

keluar ke desa-desa,

mencatat sendiri semua gejala,

dan menghayati persoalan nyata.


Inilah sajakku.

Pamplet masa darurat.

Apakah artinya kesenian,

bila terpisah dari derita lingkungan:

Apakah artinya berpikir,

bila terpisah dari masalah kehidupan.

 

Makna Puisi “Sajak Sebatang Lisong”

Puisi ini adalah kritik sosial yang tajam, menggambarkan ketidakadilan dan kesenjangan yang terjadi di Indonesia. 

"dua tiga cukong mengangkang berak di atas kepala mereka" menggambarkan bagaimana segelintir orang kaya dan berkuasa mengeksploitasi dan menindas rakyat kecil.

"delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan" dan "sarjana-sarjana menganggur berpeluh di jalan raya" menunjukkan betapa parahnya kesenjangan sosial dan ekonomi di Indonesia.

"pertanyaan-pertanyaanku membentur meja kekuasaan yang macet" menggambarkan bagaimana suara rakyat diabaikan oleh penguasa.

"para teknokrat berkata: bahwa bangsa kita adalah malas" ini menunjukkan bahwa penguasa lebih memilih untuk menyalahkan rakyat, daripada mencari solusi atas masalah yang ada.

"jidat penyair-penyair salon, yang bersajak tentang anggur dan rembulan, sementara ketidakadilan terjadi di sampingnya" menggambarkan bagaimana para intelektual dan seniman mengabaikan masalah sosial dan hanya fokus pada hal-hal yang indah dan romantis.

"Kita mesti keluar ke jalan raya, keluar ke desa-desa, mencatat sendiri semua gejala, dan menghayati persoalan nyata" adalah seruan untuk aksi nyata, untuk terlibat langsung dalam perjuangan melawan ketidakadilan.

"Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan: Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan." Ini merupakan sebuah pertanyaan retoris, yang mengajak para pembaca, agar lebih peduli terhadap lingkungan sekitar.

"Bunga-bunga bangsa tahun depan berkunang-kunang pandang matanya, di bawah iklan berlampu neon." Ini menggambarkan generasi muda yang kebingungan, karena pengaruh budaya asing, dan juga tekanan ekonomi.

"Berjuta-juta harapan ibu dan bapak menjadi gebalau suara yang kacau, menjadi karang di bawah muka samodra." Ini menggambarkan hancurnya harapan orang tua, melihat masa depan anak anaknya yang suram.

Secara keseluruhan, puisi ini adalah kritik yang kuat terhadap ketidakadilan, kesenjangan, dan ketidakpedulian yang terjadi di Indonesia. 

Penyair menyerukan perubahan dan mengajak semua orang untuk terlibat dalam perjuangan untuk keadilan. (MG Ni Komang Putri Sawitri Ratna Duhita) 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved