Puisi

Makna Puisi Negeriku Karya Mustofa Bisri

Puisi-puisi Gus Mus seringkali menggunakan gaya bahasa satir dan ironi untuk menyampaikan kritik sosialnya. Ia menggunakan kata-kata yang sederhana na

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Joko Widiyarso
tribunjogja/agungismiyanto
Tokoh Ulama, Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus di sela-sela pameran lukisan "The People in 70 Years" di museum Oei Hong Djien (OHD) Kota Magelang, Rabu (4/11) malam. 

Namun, kekayaan ini tidak dinikmati oleh rakyat, melainkan dieksploitasi oleh pihak-pihak tertentu, termasuk orang kaya dan penguasa.

"Air bersih yang mereka minum bersumber dari keringatku" menggambarkan eksploitasi tenaga kerja rakyat.

Puisi ini menyoroti kesenjangan sosial yang sangat lebar antara kaum kaya (konglomerat) dan kaum miskin (melarat).

"Negeriku menumbuhkan konglomerat dan mengikis habis kaum melarat" menggambarkan bagaimana kekayaan hanya terkonsentrasi pada segelintir orang, sementara rakyat miskin semakin terpuruk.

Puisi ini secara satir menggambarkan praktik korupsi dan kolusi yang merajalela.

"Rampok-rampok diberi rekomendasi dengan kop sakti instansi, maling-maling diberi konsesi, tikus dan kucing dengan asyik berkolusi" menggambarkan bagaimana para koruptor dan kolaborator dilindungi oleh penguasa.

Puisi ini juga menggambarkan ketidakadilan dan penindasan yang dialami oleh rakyat kecil.

"rakyat-rakyat kecil menyumbang negara tanpa imbalan" menggambarkan bagaimana rakyat kecil dipaksa untuk memberikan kontribusi tanpa mendapatkan imbalan yang setimpal.

Puisi ini menggunakan gaya bahasa satir dan ironi untuk menyampaikan kritik sosialnya.

Penggunaan kata-kata seperti "makmur" dan "kaya" yang kontras dengan kondisi rakyat yang menderita menciptakan efek ironi yang kuat. (MG Ni Komang Putri Sawitri Ratna Duhita) 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved