Puisi

Makna Puisi Negeriku Karya Mustofa Bisri

Puisi-puisi Gus Mus seringkali menggunakan gaya bahasa satir dan ironi untuk menyampaikan kritik sosialnya. Ia menggunakan kata-kata yang sederhana na

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Joko Widiyarso
tribunjogja/agungismiyanto
Tokoh Ulama, Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus di sela-sela pameran lukisan "The People in 70 Years" di museum Oei Hong Djien (OHD) Kota Magelang, Rabu (4/11) malam. 

TRIBUNJOGJA.COM - Ahmad Mustofa Bisri, atau lebih dikenal dengan Gus Mus, adalah seorang tokoh Islam terkemuka di Indonesia. 

Ia dikenal sebagai ulama, penyair, penulis, pelukis, dan budayawan.

Selain sebagai ulama, Gus Mus aktif dalam dunia seni dan sastra serta menulis banyak puisi, esai, dan artikel yang mengangkat tema-tema sosial, budaya, dan keagamaan.

Karya-karyanya seringkali mengandung kritik sosial yang tajam, namun disampaikan dengan bahasa yang santun dan humoris.

Puisi-puisi Gus Mus seringkali menggunakan gaya bahasa satir dan ironi untuk menyampaikan kritik sosialnya.

Ia menggunakan kata-kata yang sederhana namun tajam untuk menggambarkan ketidakadilan dan kesenjangan yang terjadi di masyarakat.

Hal ini dapat dilihat pada puisinya yang berjudul “Negeriku”.

Berikut isi dan makna puisi “Negeriku”: 


Isi Puisi “Negeriku”


Mana ada negeri sesubur negeriku?

Sawahnya tak hanya menumbuhkan padi, tebu, dan jagung

tapi juga pabrik, tempat rekreasi, dan gedung

perabot-perabot orang kaya di dunia.


Dan burung-burung indah piaraan mereka

berasal dari hutanku.

Ikan-ikan pilihan yang mereka santap

bermula dari lautku.

Emas dan perak perhiasan mereka

digali dari tambangku.

Air bersih yang mereka minum

bersumber dari keringatku.


Mana ada negeri sekaya negeriku?

Majikan-majikan bangsaku

memiliki buruh-buruh mancanegara

brankas-brankas ternama di mana-mana

menyimpan harta-hartaku.

Negeriku menumbuhkan konglomerat

dan mengikis habis kaum melarat

rata-rata pemimpin negeriku

dan handai taulannya

terkaya di dunia.


Mana ada negeri semakmur negeriku

penganggur-penganggur diberi perumahan

gaji dan pensiun setiap bulan

rakyat-rakyat kecil menyumbang

negara tanpa imbalan

rampok-rampok diberi rekomendasi

dengan kop sakti instansi

maling-maling diberi konsesi

tikus dan kucing

dengan asyik berkolusi.

 

Makna Puisi “Negeriku”


Puisi ini secara satir menggambarkan ironi dan ketidakadilan yang terjadi di sebuah negara yang kaya sumber daya alam. 

Negeri yang digambarkan dalam puisi ini sangat kaya akan sumber daya alam, mulai dari hasil pertanian hingga tambang dan laut.

Namun, kekayaan ini tidak dinikmati oleh rakyat, melainkan dieksploitasi oleh pihak-pihak tertentu, termasuk orang kaya dan penguasa.

"Air bersih yang mereka minum bersumber dari keringatku" menggambarkan eksploitasi tenaga kerja rakyat.

Puisi ini menyoroti kesenjangan sosial yang sangat lebar antara kaum kaya (konglomerat) dan kaum miskin (melarat).

"Negeriku menumbuhkan konglomerat dan mengikis habis kaum melarat" menggambarkan bagaimana kekayaan hanya terkonsentrasi pada segelintir orang, sementara rakyat miskin semakin terpuruk.

Puisi ini secara satir menggambarkan praktik korupsi dan kolusi yang merajalela.

"Rampok-rampok diberi rekomendasi dengan kop sakti instansi, maling-maling diberi konsesi, tikus dan kucing dengan asyik berkolusi" menggambarkan bagaimana para koruptor dan kolaborator dilindungi oleh penguasa.

Puisi ini juga menggambarkan ketidakadilan dan penindasan yang dialami oleh rakyat kecil.

"rakyat-rakyat kecil menyumbang negara tanpa imbalan" menggambarkan bagaimana rakyat kecil dipaksa untuk memberikan kontribusi tanpa mendapatkan imbalan yang setimpal.

Puisi ini menggunakan gaya bahasa satir dan ironi untuk menyampaikan kritik sosialnya.

Penggunaan kata-kata seperti "makmur" dan "kaya" yang kontras dengan kondisi rakyat yang menderita menciptakan efek ironi yang kuat. (MG Ni Komang Putri Sawitri Ratna Duhita) 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved