Dinas Kebudayaan DIY Kecam Vandalisme terhadap Cagar Budaya Gedung DPRD DIY

Sejumlah fasilitas bangunan di gedung DPRD DIY mengalami kerusakan parah, termasuk dinding ruang audiensi yang dicorat-coret,

TRIBUNJOGJA.COM/ HANIF SURYO
KONDISI DPRD DIY: Suasana di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jumat (21/3/2025) pagi, bagian teras ditutup kain putih. 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengecam keras tindakan vandalisme yang terjadi di Gedung DPRD DIY, salah satu bangunan cagar budaya yang dilindungi, dalam aksi demonstrasi menolak pengesahan revisi Undang-Undang TNI, Kamis (20/3/2025) hingga Jumat (21/3/2025) dini hari. 

Kejadian tersebut menyisakan kerusakan pada sejumlah fasilitas penting yang merupakan bagian dari warisan budaya kota ini.

Gedung DPRD DIY, yang juga dikenal dengan nama Loge Mataram, telah menjadi saksi sejarah perjalanan bangsa Indonesia sejak dibangun pada 1878 oleh kelompok Freemason Belanda. 

Sebagai bangunan yang memiliki nilai sejarah dan arsitektur yang tinggi, Gedung DPRD DIY telah ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya Peringkat Provinsi melalui Keputusan Gubernur DIY Nomor 76/KEP/2023. 

Dalam aksi yang berlangsung selama lebih dari 12 jam tersebut, sejumlah fasilitas bangunan mengalami kerusakan parah, termasuk dinding ruang audiensi yang dicorat-coret, kaca pintu bagian dalam yang pecah akibat lemparan batu, serta patung Jenderal Sudirman setinggi empat meter yang turut menjadi sasaran coretan.

Tak hanya itu, lampu kuno di sisi utara gedung juga dibakar oleh massa.

Menanggapi insiden ini, Kepala Dinas Kebudayaan DIY, Dian Lakshmi Pratiwi, menegaskan bahwa tindakan tersebut tidak hanya merusak bangunan fisik, tetapi juga menghancurkan bagian penting dari identitas dan sejarah Yogyakarta. 

"Mari tunjukkan kecintaan kita terhadap Jogja dengan tetap menjunjung nilai-nilai luhur ini. Aspirasi harus disampaikan sebagai bentuk penyeimbang bagi negara, tetapi tidak dengan merusak warisan yang seharusnya kita banggakan," ujar Dian.

Aksi yang Berujung Ricuh

Aksi yang digelar oleh aliansi Jogja Memanggil tersebut bermula pada Kamis siang, sekitar pukul 11.30 WIB, dan awalnya berjalan dengan tertib. 

Namun, ketika massa mulai bertahan hingga melewati batas waktu yang telah disepakati dalam mediasi, situasi mulai memanas. 

Pada sekitar pukul 00.15 WIB, aparat kepolisian mulai melakukan pembubaran paksa.

Ketika massa yang menolak untuk membubarkan diri membentuk barikade, mereka melempar botol, sampah, dan mercon ke arah petugas. 

Polisi merespons dengan mendorong mundur massa dan menggunakan water cannon untuk membubarkan kerumunan.

Sekitar pukul 01.00 WIB, polisi mengarahkan massa ke utara, menuju area Parkir Abu Bakar Ali (ABA), untuk menghindari bentrokan lebih lanjut dengan warga setempat.

Sekitar pukul 01.30 WIB, situasi di kawasan Malioboro mulai kondusif, meskipun insiden tersebut meninggalkan dampak kerusakan yang harus segera diperbaiki.

Pemerintah DIY saat ini tengah menghitung biaya perbaikan fasilitas yang rusak akibat aksi tersebut.

Termasuk di dalamnya, pemerintah mempertimbangkan opsi pendanaan melalui asuransi untuk mendanai perbaikan bangunan cagar budaya yang telah dirusak. 

Sementara itu, beberapa langkah awal telah dilakukan dengan menutup sementara bagian-bagian yang rusak dengan kain putih, sambil menunggu proses administrasi dan pendanaan selesai.

Dian Lakshmi Pratiwi menegaskan bahwa menjaga dan melestarikan cagar budaya adalah tugas bersama antara pemerintah dan masyarakat. 

"Cagar budaya kita bukan sekadar bangunan tua, melainkan warisan yang akan menceritakan kisah kita kepada generasi mendatang tentang siapa kita dan dari mana kita berasal," ujar Dian.

Sebagai kota yang dikenal dengan kearifan lokal dan sejarah yang mendalam, Yogyakarta harus lebih bijaksana dalam menyikapi protes dan aspirasi. 

Dinas Kebudayaan DIY mengingatkan masyarakat akan pentingnya menjaga cagar budaya yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas kota ini. 

"Cintai negeri ini dengan menjaga cagar budaya kita. Dari situlah identitas kita sebagai bangsa diwariskan dan dijaga untuk masa depan," kata Dian Lakshmi Pratiwi, mengingatkan kembali akan pentingnya pelestarian sejarah dan budaya Yogyakarta bagi generasi mendatang.

Penting bagi seluruh lapisan masyarakat untuk bersama-sama menjaga kelestarian cagar budaya, sebagai wujud penghormatan terhadap perjuangan para pendiri bangsa dan sebagai warisan yang akan terus bercerita tentang perjalanan sejarah Yogyakarta. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved