Mahasiswa  di Jogja Khawatir Revisi UU TNI Berpotensi Ancam Demokrasi dan Supremasi Sipil

Mereka menilai beberapa pasal dalam rancangan tersebut berpotensi mengancam prinsip demokrasi dan supremasi sipil.

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Muhammad Fatoni
pinterest
ILUSTRASI - TNI 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Sejumlah mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Yogyakarta menyatakan kekhawatiran mereka terhadap revisi Undang-undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang sedang dibahas pemerintah dan DPR secara diam-diam di Fairmont Jakarta, Sabtu (15/3/2025).

Mereka menilai beberapa pasal dalam rancangan tersebut berpotensi mengancam prinsip demokrasi dan supremasi sipil.

Sejumlah mahasiswa menyoroti pasal-pasal yang memperluas kewenangan TNI di luar tugas pertahanan.

Salah satu yang menjadi sorotan adalah kemungkinan TNI kembali masuk ke ranah sipil, termasuk diberi kewenangan menempati jabatan-jabatan di kementerian dan lembaga negara.

“RUU ini berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi ABRI dalam bentuk baru. Ini bertentangan dengan semangat reformasi yang menegaskan supremasi sipil atas militer. Mereka harus kembali ke barak, bukan ke jabatan sipil,” ujar Satria, bukan nama sebenarnya, kepada Tribun Jogja, Senin (17/3/2025).

Satria merasa mulai tidak nyaman menyampaikan nama lengkap dan tempat kuliahnya, mengingat media sosial cukup kejam kepada orang-orang yang berbeda pendapat dengan pemerintah.

Ia mengkritisi pasal yang memungkinkan perwira aktif TNI menduduki jabatan sipil tanpa harus pensiun terlebih dahulu.

Dia menganggap kebijakan ini bisa mengganggu profesionalisme militer dan membuka peluang intervensi TNI dalam urusan pemerintahan.

Baca juga: Pro Kontra Revisi UU TNI, Sejumlah Warga Yogyakarta Khawatir Dwifungsi TNI Kerdilkan Karir ASN 

Hal terburuk, adanya militer di kementerian dan lembaga tertentu bisa menutup jenjang karir aparatur sipil negara (ASN) yang memang punya kemampuan di bidang tersebut.

“Sekarang, penerimaan ASN juga kan mulai dikategorikan. Misal yg lulusan Prodi Pertanian ya masuk ke kementerian yang sesuai. Pas berkarir di situ, eh tetiba tentara aktif, out of nowhere, duduk di jabatan tinggi. Aneh,” tambahnya.

Satria menekankan, reformasi 1998 sudah menegaskan bahwa militer harus kembali ke barak dan tidak terlibat dalam politik praktis. 

“Kalau RUU ini disahkan, itu seperti langkah mundur,” katanya.

Tak hanya itu, mahasiswa juga menyoroti kurangnya keterlibatan publik dalam pembahasan Revisi UU TNI ini. 

Menurut mereka, prosesnya terkesan tertutup dan minim partisipasi masyarakat.

“Kita butuh transparansi dalam pembahasan RUU ini. Jangan sampai ada aturan yang dibuat diam-diam dan berpotensi membahayakan demokrasi,” tambah Rina, bukan nama sebenarnya.

Sebagai bentuk protes, mahasiswa berencana menggelar aksi demonstrasi dalam waktu dekat. 

Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM), misalnya, akan menggelar aksi di depan Balairung UGM, besok, Selasa (18/3/2025) sekitar pukul 13.00 WIB.

Mereka mendesak DPR dan pemerintah membuka ruang dialog yang lebih luas serta mempertimbangkan ulang pasal-pasal kontroversial dalam RUU tersebut.

“TNI harus kembali ke barak. Mereka punya struktur komando yang kuat dan budaya disiplin militer. Kalau mereka masuk ke jabatan sipil, ada risiko cara kerja ala militer, yang serba perintah dan patuh, jadi bertabrakan dengan birokrasi sipil yang harus demokratis, melayani masyarakat, dan terbuka untuk diskusi. Jangan sampai,” tutup Rina. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved