Vonis 20 Tahun Penjara untuk Harvey Moeis, Pukat UGM: Putusan Ini Surprise

Zaenur menyebut hukuman berat seperti ini sudah lama tidak dijatuhkan oleh pengadilan dalam kasus korupsi.

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Yoseph Hary W
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
HUKUMAN HARVEY MOEIS - Terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah Harvey Moeis mengikuti sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (5/9/2024) 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Harvey Moeis dijatuhi hukuman 20 tahun oleh Pengadilan Tinggi Jakarta, Kamis (13/2/2025).

Harvey dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi pengelolaan timah yang merugikan negara hingga Rp 300 triliun.

Sebelumnya, Harvey Moeis hanya dijatuhi hukuman 6,5 tahun di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dan denda sebesar Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan oleh majelis hakim.

Ia juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar subsider 2 tahun penjara.

Sementara, putusan majelis hakim di Pengadilan Tinggi Jakarta justru lebih tinggi terhadap Harvey yang merupakan perwakilan PT Refined Bangka Tin tersebut.

Selain itu, Harvey juga dihukum dengan pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sejumlah Rp420 miliar subsider 10 tahun penjara.

Angin segar penindakan

Vonis ultra petita, istilah dalam hukum yang merujuk pada putusan pengadilan yang melebihi atau melampaui tuntutan yang diajukan oleh pihak yang berperkara, itu dianggap sebagai angin segar tindak pidana korupsi di Indonesia.

Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenur Rohman menilai putusan itu sebagai hal yang mengejutkan.

Zaenur menyebut hukuman berat seperti ini sudah lama tidak dijatuhkan oleh pengadilan dalam kasus korupsi.

“Ini surprise. Pengadilan sudah lama tidak menjatuhkan hukuman yang berat untuk terdakwa kasus korupsi,” ujarnya kepada Tribun Jogja, Kamis (13/2025).

Zaenur menilai keputusan ini sebagai sinyal positif dari majelis hakim dalam menunjukkan komitmen terhadap pemberantasan korupsi.

“Lebih seringnya, kita dengar vonis yang ringan atau bahkan lebih ringan di pengadilan tinggi dibanding pengadilan negeri. 20 tahun ini sangat layak,” katanya.

Menurut dia, vonis ini juga mencerminkan pentingnya melihat peran masing-masing pelaku dalam kasus korupsi. 

“Harusnya, memang semua pelaku tipikor itu dihukum keras. Seberapa keras, itu dilihat dari peran masing-masing. Sangat sentral perannya kah? Pinggiran kah? Pembantu kah?” jelasnya.

Zaenur menilai Harvey Moeis adalah salah satu pemain penting dalam kasus ini, meskipun bukan aktor utama. “Masih ada aktor lain yang lebih punya peran daripada dia,” tambahnya.

Selain hukuman penjara, ia juga menyoroti kenaikan jumlah uang pengganti yang harus dibayar Harvey Moeis. Dari yang semula sekitar Rp200 miliar-an, kini jumlahnya meningkat menjadi Rp400 miliar-an

“Kalau ini bisa dilakukan jaksa, ini bisa mengurangi kerugian karena akan disetorkan ke kas negara,” ujarnya.

Zaenur menegaskan bahwa pendekatan seperti ini, hukuman berat ditambah pemulihan aset negara, harusnya menjadi standar dalam setiap kasus korupsi.

“Yang keras, tegas dan memberikan efek jera. Bukan semata penjara, tapi juga asset recovery lewat uang pengganti senilai yang dinikmati dari kejahatan,” pungkasnya. (Ard)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved