PESAN Sri Sultan HB X untuk Keluarga Madura Yogyakarta: Cantumkan "Bayar Tunai" di Warung

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X menerima audiensi dengan Komunitas Madura Yogyakarta

|
TRIBUNJOGJA.COM/ HANIF SURYO
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X menerima audiensi dengan Komunitas Madura Yogyakarta di Gedhong Wilis, Kompleks Kepatihan, pada Rabu (12/2/2024). 

Lebih lanjut Sultan meminta seluruh pihak memberikannya ruang, sebab pada pertengahan tahun lalu baru saja dibentuk asosiasi baru yang mempertemukan provinsi istimewa dan khusus.

"Pertemuan dilakukan di Jogja, yaitu asosiasi provinsi istimewa dan khusus. Jadi kami ada anggota Jogja, Jakarta, Aceh, sama Papua. Itu punya asosiasi sendiri. Tapi juga lepas dari itu, rapat di sini. Kami juga kenal dengan gubernur-gubernur di Papua. Sehingga kalau kami harus menyelesaikan itu lebih jauh, ya, saya harus berkoordinasi dengan departemen," kata Sultan.

"Tapi sebelum itu kita lakukan, dua keputusan tadi sudah bisa dijalankan," tandasnya.
 
Klarifikasi soal "Carok"

Sementara itu, Komunitas Keluarga Madura Yogyakarta menyebut pertemuan ini bertujuan untuk membahas upaya menjaga kondusivitas wilayah menyusul beredarnya surat tantangan "carok" yang viral di media sosial.

Surat tersebut muncul setelah insiden seorang individu yang tidak membayar saat berbelanja di sebuah warung Madura di Babarsari, Sleman, DIY.

Juru Bicara Komunitas Madura Yogyakarta, Mahrus Ali, menegaskan bahwa pertemuan tersebut difokuskan untuk mencari solusi atas permasalahan yang ada.

"Diskusi ini untuk mencari solusi yang praktis. Masalah yang sudah terjadi biarlah selesai, kita tidak membahas itu lagi," ujarnya.

Mahrus Ali menambahkan bahwa ada beberapa usulan praktis untuk mencegah terulangnya insiden serupa di masa depan.

Salah satu usulan tersebut adalah mencantumkan aturan pembayaran tunai di warung-warung Madura.

Ia juga menekankan pentingnya menghindari sikap rasisme dalam bentuk apapun.

Terkait surat tantangan "carok" yang beredar luas di media sosial dan grup percakapan daring, Mahrus Ali menjelaskan bahwa surat tersebut tidak dimaksudkan untuk memicu konflik.

"Surat itu dibuat bukan untuk mengobarkan perseteruan, melainkan untuk meredam situasi agar tidak terjadi aksi kekerasan. Surat itu muncul karena kecintaan kami terhadap Jogja. Kami ingin Jogja tetap aman dan nyaman," jelasnya.

Menurut Mahrus, dalam satu tahun terakhir, terdapat sekitar 15 insiden yang melibatkan warung Madura di Yogyakarta.

Meskipun subjek insiden beragam, objek utamanya tetap para pelaku usaha Madura.

Oleh karena itu, komunitas merasa perlu mengambil langkah preventif untuk menjaga keamanan bersama.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved