Kasus Pagar Laut Perlu Langkah Konkret dan Tegas Dalam Hal Penegakan Hukum

Negara harus menunjukkan bahwa hukum adalah panglima, bukan kepentingan pengusaha atau birokrasi yang bermain di balik layar

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Ikrob Didik Irawan
Tribunnews.com/Ibriza Fasti Ifhami
PAGAR LAUT - Pagar laut misterius yang berada di pesisir Desa Kronjo, Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang, Banten, Jumat (10/1/2025). 

TRIBUNJOGJA.COM - Bareskrim Polri telah memeriksa tujuh orang saksi dalam kasus dugaan pidana terkait pemasangan pagar laut di Tangerang kemarin, Senin (3/2/2025). 

“Kita berkoordinasi dengan Kementerian (ATR/BPN) hasilnya hari ini ada tujuh yang kami periksa,” ujar Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Mabes Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro di Jakarta, Senin, dikutip dari Kompas.com.

Ketujuh orang yang diperiksa ini berasal dari lingkup Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Mereka adalah Inspektorat BPN RI, mantan Kepala Kantor Pertanahan (Kantah) Kabupaten Tangerang, dua orang Panitia A, Kepala Kantah Kabupaten Tangerang, Kasi Sengketa Kantah Kabupaten Tangerang, dan Kasi Penetapan Kantah Kabupaten Tangerang. 

Baca juga: Nelayan Bekasi Protes Langsung di Hadapan Menteri Nusron Wahid, Minta Pagar Laut Dicabut

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menegaskan, hanya delapan pejabat di kementeriannya yang terlibat dalam kasus pagar laut sepanjang 30 km di perairan Kabupaten Tangerang.

Sanksi yang dijatuhkan kepada mereka terdiri dari pemberhentian jabatan untuk enam orang dan sanksi berat untuk dua orang lainnya.

"Sampai saat ini yang untuk Tangerang berhenti di delapan orang itu," ujar Nusron saat ditemui di Bogor, Jawa Barat, pada Sabtu (1/2/2025). 

Pengamat Hukum dan Pembangunan, Hardjuno Wiwoho, menegaskan perlunya langkah konkret dari lembaga penegak hukum untuk menuntaskan persoalan ini.

Menurut Hardjuno, negara harus menunjukkan bahwa hukum adalah panglima, bukan kepentingan pengusaha atau birokrasi yang bermain di balik layar.

"Perlu segera ada leading lembaga penegak hukum yang menegaskan proses hukum atas kasus ini. Apakah itu Kejaksaan Agung atau Kepolisian, publik perlu segera mendapat sinyal penegakan hukum yang jelas dan tidak berputar-putar di soal administratif seperti yang melibatkan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) maupun Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)," tegasnya dalam rilis pers, Senin (3/2/2025).

Hardjuno menilai, pembatalan sertifikat oleh Kementerian ATR di bawah kepemimpinan Nusron Wahid hanyalah masalah administratif yang seharusnya tidak mengaburkan fokus utama yakni penegakan hukum.

Ia menekankan bahwa negara harus menunjukkan kekuasaannya dengan tegas dalam kasus pagar laut ini.

Selain itu, Hardjuno juga mengkritik peran Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang dianggap kurang tegas dalam melindungi kepentingan rakyat, khususnya nelayan dan masyarakat pesisir yang terdampak.

"Jatah mereka para konglomerat dan birokrat hitam sudah cukup. Mereka sudah mengambil terlalu banyak. Kini saatnya investasi yang benar-benar taat hukum dilindungi oleh hukum dan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat atau pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," ujarnya.

Hardjuno juga menyoroti pentingnya penegakan hukum yang tegas di era kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved