Ekonom Senior UGM Ingatkan Program MBG Jangan Membebani Pemerintah Daerah

Dr. Revrisond Baswir, M.B.A., Ak., CA mengingatkan agar pelaksanaan program ini tidak membebani pemerintah daerah.

Penulis: Hanif Suryo | Editor: Yoseph Hary W
Tribunjogja.com/Ahmad Syarifudin
BEBAN DAERAH: Foto ilustrasi Makan Bergizi gratis. Ekonom UGM mengingatkan pemerintah pusat agar MBG tidak membebani anggaran daerah, Selasa (4/2/2025.) 

TRIBUNJOGJA.COM - Program Makan Bergizi Gratis (MBG), salah satu program unggulan Presiden Prabowo Subianto, telah berjalan sejak Januari lalu.

Namun, pelaksanaannya menuai berbagai tantangan, mulai dari alokasi anggaran, kesiapan penyedia katering, hingga pemilihan menu makanan.

Meski demikian, program ini mendapat apresiasi sebagai langkah besar dalam pembangunan manusia.

Ekonom Senior Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM), Dr. Revrisond Baswir, M.B.A., Ak., CA, menilai program ini sebagai terobosan luar biasa yang seharusnya sudah dimulai sejak lama.

Menurutnya, pembangunan sejati tidak bisa dipisahkan dari manusia, dan program ini merupakan bentuk ketegasan bahwa pembangunan harus berorientasi pada peningkatan kualitas sumber daya manusia.

“Program makan bergizi itu merupakan satu terobosan yang saya anggap luar biasa. Karena dengan program itu ada ketegasan bahwa pembangunan hakikatnya adalah pembangunan manusia,” ujarnya.

Revrisond menekankan bahwa dalam perspektif ekonomi, Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan demokratisasi ekonomi, di mana rakyat harus diposisikan sebagai subjek, bukan sekadar objek.

Ia menjelaskan bahwa rakyat perlu memiliki alat produksi dan modal untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa rakyat membutuhkan tiga modal utama: intelektual, institusional, dan material.

Program MBG dinilai dapat membantu membangun modal intelektual sebagai fondasi utama bagi masyarakat untuk berkembang.

Ia juga menyoroti pentingnya pemberdayaan daerah melalui desentralisasi dalam pelaksanaan program ini.

Dengan begitu, program ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan potensi masing-masing daerah, serta mendorong perputaran ekonomi lokal.

Revrisond berpendapat bahwa program ini juga membuka peluang bagi pemberdayaan masyarakat melalui kerja sama dengan warga setempat, baik sebagai penyedia bahan makanan maupun tenaga kerja di sektor catering.

Namun, ia mengingatkan agar pelaksanaan program ini tidak membebani pemerintah daerah.

“Jangan hanya melimpahkan ke daerah, karena mereka tidak ada uang. Lalu, ada yang merisaukan apakah ada batas maksimal untuk alokasinya?” ungkapnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved