Banyak WNI Ganti Kewarganegaraan, Pakar UGM: Rekrutmen Kerja Masih Dominan Ordal

Proses rekrutmen tenaga kerja hanya mengandalkan sistem ordal sehingga orang yang memiliki kompetensi baik belum tentu diterima di pasar kerja

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Yoseph Hary W
kontan.co.id
PINDAH NEGARA: Foto ilustrasi seorang pria melihat papan informasi yang menampilkan penerbangan yang diambil di Bandara Internasional Kuala Lumpur di Sepang, Malaysia pada masa pandemi covid-19. Indonesia disebut mengalami brain drain atau hengkangnya kaum intelektual, ilmuwan dan cendekiawan, yang memilih menetap di luar negeri.  

Hempri menuturkan konsep link and match menjadi solusi untuk meminimalisir fenomena brain drain.

Apalagi program ini sebenarnya sudah lama dikembangkan termasuk yang terakhir di era Menteri Nadiem Makarim dengan program Kampus Merdeka melalui beberapa program seperti magang, wirausaha, pertukaran mahasiswa, dan sebagainya. 

Model-model semacam ini sebenarnya cukup menarik agar di satu sisi mahasiswa juga siap masuk ke pasar kerja ketika sudah lulus.

Namun demikian, memang banyak juga kendala dihadapi di lapangan.

“Misalnya soal pendampingan pascakegiatan dan sebagian mahasiswa mengikuti program-program tersebut yang seringkali lebih berorientasi pada mendapatkan nilai sehingga hal-hal yang dipelajari selama pelaksanaan kegiatan kurang berkembang dengan optimal,” paparnya.

Hempri juga mendesak agar pemerintah untuk segera membuat grand design pembangunan kependudukan.

Menurutnya itu akan menjadi semacam blue print di dalam penyusunan peta kebutuhan dan ketersediaan lapangan kerja yang sesuai dengan keahlian yang dimiliki para lulusan dari Perguruan Tinggi.

“Harapannya dengan adanya link and match antara pendidikan dengan pasar kerja diharapkan akan mampu meminimalkan anak-anak muda terampil untuk bekerja di luar negeri,” jelasnya.

Namun demikian, peta kebutuhan ini tidak akan cukup mengingat situasi pasar kerja yang dinamis.

Bahkan selama proses rekrutmen tenaga kerja hanya mengandalkan sistem kekerabatan atau kekeluargaan ataupun lebih dikenal dengan istilah ordal (orang dalam) maka program tersebut akan sia-sia belaka.

“Kita lihat kondisi ini yang seringkali masih dominan di kita sehingga orang yang memiliki kompetensi baik belum tentu diterima di pasar kerja,” pungkasnya. (Ard)

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved