Banyak WNI Ganti Kewarganegaraan, Pakar UGM: Rekrutmen Kerja Masih Dominan Ordal

Proses rekrutmen tenaga kerja hanya mengandalkan sistem ordal sehingga orang yang memiliki kompetensi baik belum tentu diterima di pasar kerja

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Yoseph Hary W
kontan.co.id
PINDAH NEGARA: Foto ilustrasi seorang pria melihat papan informasi yang menampilkan penerbangan yang diambil di Bandara Internasional Kuala Lumpur di Sepang, Malaysia pada masa pandemi covid-19. Indonesia disebut mengalami brain drain atau hengkangnya kaum intelektual, ilmuwan dan cendekiawan, yang memilih menetap di luar negeri.  

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Indonesia mengalami fenomena brain drain, yakni hengkangnya kaum intelektual, ilmuwan dan cendekiawan, yang memilih menetap di luar negeri. 

Dari data yang disampaikan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham, sejak tahun 2019 hingga 2022, terdapat 3.912 warga negara Indonesia (WNI) yang beralih menjadi warga negara Singapura. 

Sebagian besar warga yang pindah memiliki rentang usia produktif, yakni 25-35 tahun. 

Bahkan, dari laporan peringkat human flights and brain index tahun 2024 yang dikeluarkan oleh The Global Economy, Indonesia saat ini berada pada peringkat ke-88 dari 175 negara.

Pakar Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Fisipol UGM, Dr. Hempri Suyatna, menilai adanya fenomena Brain Drain di Indonesia sebenarnya sudah terjadi sejak lama. 

Seperti contohnya pada tahun 1960-an banyak mahasiswa Indonesia yang berkuliah di luar negeri dan tidak kembali ke Indonesia. 

Mereka lebih memilih bekerja di luar negeri. 

“Adanya fenomena ini terus terjadi saat ini dimana banyak tenaga-tenaga terampil dan profesional Indonesia yang memilih berkarir di luar negeri daripada di Indonesia,” kata Hempri, Rabu (29/1/2025).

Menurut Hempri, ribuan WNI yang memilih pindah ke Singapura selama tiga tahun berturut-turut menegaskan Indonesia terancam kehilangan SDM yang berkualitas dan memiliki potensi. 

Selain itu, kondisi tersebut menunjukkan bahwa Singapura menjadi  tempat yang lebih nyaman untuk karir.

“Bisa dikatakan, Singapura dianggap lebih baik sebagai tempat untuk berkarir dan mendapatkan kesempatan ekonomi dan pendidikan,” ujarnya.

Soal banyaknya SDM usia produktif yang memilih pindah kewarganegaraan tersebut sangat disayangkan.

Pasalnya, usia produktif sebenarnya masih sangat dibutuhkan untuk mendorong pembangunan di Indonesia. 

“Selama ini anak-anak muda ini punya kemampuan potensial, kreativitas, dan inovasi yang lebih unggul. Hal ini tentunya sangat disayangkan ketika mereka harus pergi ke luar negeri. Indonesia tidak hanya kekurangan tenaga-tenaga terampil, tetapi ini dapat mengakibatkan munculnya ketimpangan ekonomi antar negara maupun lambatnya akselerasi pembangunan di Indonesia,” ujarnya.

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved