Kantor Komunikasi Kepresidenan Jelaskan Mengapa Tak Ada Susu dalam Program Makan Bergizi Gratis

Pemerintah tidak memprioritaskan pemberian susu dalam program makan bergizi gratis (MBG) di wilayah Jakarta. Kondisi serupa terjadi di wilayah lain.

Editor: Yoseph Hary W
ist
Ilustrasi Menu Makan Bergizi Gratis 

TRIBUNJOGJA.COM - Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan Philips Jusario Vermonte mengatakan bahwa pemerintah tidak memprioritaskan pemberian susu dalam program makan bergizi gratis (MBG) di wilayah Jakarta.

Kondisi serupa juga terjadi di wilayah lain yang sudah memberlakukan program MBG.

Ilustrasi - Pelajar SD Negeri Semen di Kalurahan Sukoreno, Kapanewon Sentolo, Kulon Progo saat menikmati makanan dari Program Makan Bergizi Gratis (MBG) pada Senin (13/01/2025).
Ilustrasi - Pelajar SD Negeri Semen di Kalurahan Sukoreno, Kapanewon Sentolo, Kulon Progo saat menikmati makanan dari Program Makan Bergizi Gratis (MBG) pada Senin (13/01/2025). (TRIBUN JOGJA/Alexander Ermando)

Ia menyampaikan hal ini seusai meninjau distribusi MBG di Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) 5 Jakarta, Palmerah, Jakarta Barat. 

“Belum tahu (kapan ada susu). Yang jelas dijalankan adalah menu yang sudah disusun oleh Badan Gizi Nasional (BGN),” kata Philips kepada wartawan, Selasa (21/1/2025).

Philips menerangkan, pemberian susu dalam program MBG di Jakarta saat ini bukan menjadi prioritas. 

Faktor utamanya didasari karena belum adanya sentra sapi yang bisa dijadikan pilihan untuk diajak kerja sama oleh pemerintah dalam program MBG.

“Per hari ini dia (Jakarta) bukan sentra susu, pernyataan dari BGN adalah diprioritaskan pada tempat-tempat yang memiliki sentra sapi,” tutur Philips.

Kondisi ini juga diterapkan di wilayah lain, yang mengartikan bahwa sentra sapi menjadi patokan pemerintah untuk memasok susu di dalam program MBG.

“Jadi itu bergantung dari bagaimana lokasi tempat itu, apakah dia (di wilayahnya) punya sentra susu atau enggak,” terang Philips.

Philips berujar, penambahan titik Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang ditargetkan mencapai 2.000 titik pada Agustus 2025 juga menjadi cara memetakan sentra sapi yang tersebar di Indonesia.

Namun, Jakarta hingga kini belum tercatat sebagai salah satunya.

“Jadi di antara tempat-tempat itu ada yang ada sentra susunya, (misal) di Cimahi ada, dan lain-lain,” ujar Philips.

“Itu bergantung dari bagaimana lokasi tempat itu, apakah dia punya sentra susu atau enggak,” tambahnya.

Apa pengganti susu?

Philips menegaskan, pemenuhan gizi yang ada dalam kandungan susu masih dapat digantikan dengan sumber protein lainnya, salah satunya telur.

“Sejauh ini menurut Badan Gizi dan juga SPPG yang ada di Jakarta, ada protein yang digantikan oleh sumber. Ada telur, ada daging, dan lain-lain,” ujar Philips.

Ia memastikan, sumber protein yang menjadi pengganti susu ini sudah melalui proses kajian BGN.

Dengan begitu, kecukupan gizi pada anak juga dipastikan telah memenuhi standar.

Apa kata ahli gizi soal susu diganti protein?

Pakar gizi Universitas Muhammadiyah Jakarta, Prof. Dr. Tria Astika Endah Permatasari, mengatakan, penggantian susu dengan sumber protein lainnya justru dinilai tidak tepat.

Ia menilai, susu memiliki banyak manfaat kesehatan yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak-anak.

Selain itu, susu memberikan nutrisi yang tidak dapat digantikan oleh pangan nabati seperti daun kelor, maupun pangan hewani lainnya.

Kandungan protein dan asam lemak esensial seperti omega-3, omega-6, dan DHA yang ada salam susu sangat penting untuk perkembangan otak anak.

"Susu adalah makanan kaya gizi yang lezat, memberikan nilai penting untuk makanan bergizi gratis di sekolah, menyehatkan dan disukai secara umum oleh siswa," tutur Prof. Tria.

Meski demikian, Dokter dan Ahli Gizi Masyarakat Dr. dr. Tan Shot Yen, M.Hum menjelaskan, alternatif protein hewani masih bisa disiasati sebagai solusi.

“Susu adalah protein hewani. Kalau alternatif yang setara dengan susu, tentu adalah protein hewani yang lain, seperti telur, ikan, atau ayam,” ujar Tan.

Namun, pengolahan protein hewani pengganti susu ini harus diperhatikan.

Tan menyarankan agar tidak terlalu sering dimasak dengan cara digoreng tepung atau dipanggang dan menggunakan banyak minyak.

Hal ini penting demi memastikan kandungan gizi protein hewani dapat diserap anak.(kompas.com)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved