Dampak Wabah PMK,  Transaksi Jual- Beli Sapi di Pasar Hewan Ambarketawang Anjlok hingga 80 Persen 

Transaksi jual beli ternak, khususnya sapi di Pasar Hewan Ambarketawang, Gamping, Kabupaten Sleman merosot tajam imbas dari merebaknya PMK

Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Hari Susmayanti
Tribun Jogja/Ahmad Syarifudin
Kondisi pasar hewan Ambarketawang gamping Sleman tidak seramai biasanya Jumat (10/1/2025). Semenjak wabah PMK kembali muncul Jumlah sapi dan transaksi jual beli mengalami penurunan hingga 80 persen 

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Transaksi jual beli ternak, khususnya sapi di Pasar Hewan Ambarketawang, Gamping, Kabupaten Sleman merosot tajam imbas dari merebaknya penyakit mulut dan kuku (PMK).

Penurunan transaksi bahkan menyentuh hingga 80 persen dari biasanya.

Dampaknya, selain penurunan terhadap ekonomi pedagang juga berdampak terhadap retribusi Pendapatan asli daerah (PAD) yang diraup Pemerintah Kabupaten. 

"Dampak dari PMK jelas, ada penurunan (transaksi jual beli). Pasaran terakhir, terjadi penurunan hampir 80 persen mulai dari sapi yang masuk juga transaksi yang terjadi. Hal ini berdampak juga terhadap retribusi. PAD menurun," kata Kepala UPTD Pasar Hewan Ambarketawang, Gamping Kabupaten Sleman, Yuda Andi Nugroho, Jumat (10/1/2025). 

Transaksi jual beli ternak di Pasar Hewan Ambarketawang biasanya di kisaran 30 - 50 ekor dari jumlah ternak masuk 270 - 300 ekor sapi.

Tetapi semenjak ada peningkatan kasus PMK di Kabupaten Sleman, jumlah sapi yang dibawa pedagang masuk ke pasar hewan Ambarketawang di pasaran pekan lalu hanya 70 ekor.

Dari jumlah tersebut yang laku terjual hanya 9 ekor. 

"Jadi transaksi mengalami penurunan hampir 80 persen," ujar dia. 

Pantauan Tribunjogja.com, pada Jumat pagi hingga pukul 08.00 WIB, hanya ada sekitar 115-120 ekor sapi yang dipasarkan di Pasar hewan Ambarketawang.

Jumlah tersebut masih cukup jauh dari jumlah di waktu normal. 

Baca juga: 4 Juta Vaksin untuk PMK, Truk Pengangkut Sapi Disemprot Disinfektan

Yuda mengungkapkan, kebijakan Pemerintah Kabupaten Sleman tidak menutup pasar hewan meskipun angka kasus PMK mengalami peningkatan.

Pertimbangannya, agar ekonomi masyarakat pedagang ternak tetap berjalan.

Untuk mengendalikan laju penularan, pihaknya memantau lalulintas ternak yang keluar masuk area pasar dengan cara memperketat pengawasan. 

Sapi yang datang, terlebih dahulu diskrining sebelum masuk pasar. Skrining dilakukan oleh dua dokter hewan yang berjaga di depan gerbang masuk.

Jika dalam pemeriksaan ditemukan ada ternak bergejala PMK maka pedagang akan diminta untuk putar balik.

Adapun ternak yang lolos skrining, maka diperbolehkan masuk pasar dengan melewati gerbang disinfeksi. 

"Jadi benar-benar ternak yang sehat, tidak menunjukkan gejala penyakit PMK yang boleh masuk. Ternak dan kendaraan juga disemprot, ini benar-benar kami antisipasi dari awal," katanya. 

Petugas juga melakukan penyemprotan disinfektan ke seluruh area pasar hewan selepas kegiatan pasaran.

Penyemprotan dilakukan sebagai langkah antisipasi.

Sebab bisa jadi ternak yang belum bergejala, dan masuk ke area pasar juga membawa virus penyebab PMK, sehingga dilakukan penyemprotan untuk langkah antisipasi di kegiatan pasaran berikutnya. 

Plt Kepala Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan (DP3) Kabupaten Sleman, Suparmono mengatakan kasus PMK di Kabupaten Sleman kembali muncul dan mulai terdeteksi sejak Februari 2024 lalu dan mengalami trend kenaikan cukup signifikan di akhir tahun dan awal tahun 2025.

Hasil pendataan yang dilakukan dari Februari 2024 hingga Januari 2025 ditemukan total kasus ternak sakit akibat PMK 556 ekor.

Dari jumlah tersebut 301 ekor sembuh, 28 ekor mati dan 6 persen di antaranya di potong paksa. 

Ia mengklaim tingkat kesembuhan ternak sakit akibat PMK di Sleman di angka 54 persen. Jumlah tersebut cukup tinggi satu di antara faktornya karena program vaksinasi yang terus berjalan.

"Jadi kalau melihat data itu memang PMK muncul kembali di Sleman namun relatif terkendali. Tingkat kematian rendah dan kesembuhan tinggi. Ini karena ada faktor vaksinasi yang terus dilakukan," katanya. 

Sementara itu, Prayitno dan Barjono, dua pedagang sapi asal Sleman barat ini mengungkapkan, semenjak wabah PMK kembali muncul jual beli ternak semakin lesu.

Mereka mencontohkan, biasanya datang ke pasar hewan Ambarketawang membawa 4-5 ekor sapi namun saat ini hanya membawa satu ekor saja. 

"Karena kondisinya seperti ini. Jadi tidak banyak. Tidak mudah menjual. Jualnya susah," ujarnya. 

Keduanya pada Jumat pagi hanya membawa satu ekor sapi. Beruntung sapi yang dibawanya bisa terjual.

Saat ini menurut para pedagang, harga sapi juga mengalami penurunan.

Misalnya, sapi yang semula di jual harga Rp 10 juta. Namun sekarang cuma laku Rp 8- 8,5 juta. Artinya harga jual sapi mengalami penurunan berkisar antara Rp 1-2 juta per ekor. (rif)

 

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved