Buruh DIY Makin Terhimpit: Upah Tak Cukup, Kebijakan Pajak Jadi Sorotan

Koordinator MPBI DIY, Irsad Ade Irawan, mengungkapkan bahwa kondisi perekonomian pekerja/buruh berada dalam posisi defisit ekonomi. 

Penulis: Hanif Suryo | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA.COM/ Ist
Majelis Peduli Buruh Indonesia (MPBI) DIY saat menggelar aksi di kawasan Tugu Jogja, Selasa (10/12/2024) pagi. Aksi tersebut bertujuan memperingati Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia yang jatuh setiap tanggal 10 Desember, sekaligus menyerukan penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) DIY 2025. 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Kondisi pengupahan pekerja di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) kembali menjadi sorotan.

Berdasarkan survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang dilakukan Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY pada Oktober 2024, tercatat bahwa upah pekerja/buruh saat ini masih jauh dari mencukupi untuk menutupi kebutuhan sehari-hari.

Koordinator MPBI DIY, Irsad Ade Irawan, mengungkapkan bahwa kondisi perekonomian pekerja/buruh berada dalam posisi defisit ekonomi. 

“Upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum sektoral (UMS) yang baru ditetapkan untuk tahun 2025 masih lebih rendah dari KHL tahun 2024, yaitu di kisaran Rp3,7 juta hingga Rp4 juta. Dengan situasi ini, buruh harus menghadapi kenyataan bahwa pengeluaran mereka lebih besar dibandingkan pendapatan,” ujarnya.

Situasi ini diprediksi akan semakin memburuk dengan kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang mulai berlaku pada tahun depan.

Menurut Irsad, kenaikan PPN akan berimbas langsung pada kenaikan harga barang dan jasa, yang pada akhirnya menekan daya beli keluarga buruh.

“Buruh akan cenderung menahan pengeluaran jika harga barang naik. Hal ini bisa menurunkan permintaan barang dan jasa, sehingga berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek,” tambahnya.

Pemerintah telah mengumumkan kebijakan pembebasan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 untuk pekerja di sektor padat karya dengan gaji maksimal Rp10 juta per bulan, yang berlaku mulai 1 Januari 2025.

Baca juga: Fakta Tentang PPN 12 Persen: Apakah Berlaku Hanya untuk Gaji di Atas Rp 10 Juta?

Meskipun kebijakan ini dipandang positif, Irsad menilai langkah tersebut diskriminatif karena tidak mencakup semua pekerja di berbagai sektor.

“Seharusnya pembebasan PPh diterapkan untuk semua pekerja/buruh, bukan hanya sektor padat karya. Kebijakan yang diskriminatif ini dapat menimbulkan ketimpangan dan rasa ketidakadilan di antara pekerja sektor lain yang juga mengalami tekanan ekonomi serupa,” tegasnya.

Namun demikian, Irsad mengakui bahwa pembebasan PPh akan memberikan dampak positif bagi perekonomian keluarga buruh yang menerima manfaatnya.

Dengan tambahan penghasilan bersih, keluarga pekerja dapat lebih mampu memenuhi kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan konsumsi lainnya.

Untuk menghadapi kondisi yang memprihatinkan ini, MPBI DIY mengajukan sejumlah rekomendasi kepada pemerintah.

Pertama, membatalkan kenaikan PPN menjadi 12 persen karena dinilai berpotensi menekan daya beli masyarakat secara signifikan.

Kedua, menerapkan pembebasan PPh untuk seluruh pekerja atau buruh di semua sektor tanpa diskriminasi agar tidak menimbulkan ketimpangan di kalangan pekerja.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved