Berantas DBD, UGM Terapkan Teknologi Wolbachia di Empat Kota Besar di Indonesia

Kemenkes RI bersama PKT UGM terus melanjutkan pilot project penerapan teknologi Wolbachia sebagai upaya pengendalian demam berdarah

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Hari Susmayanti
Istimewa
Direktur Pusat Kedokteran Tropis FKKMK UGM, dr Riris Andono Ahmad MD MPH PhD 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI bersama Pusat Kedokteran Tropis (PKT) Universitas Gadjah Mada terus melanjutkan pilot project penerapan teknologi Wolbachia sebagai upaya pengendalian demam berdarah dengue (DBD).

Melalui tambahan dukungan pendanaan dari Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) Australia melalui World Mosquito Program (WMP), proyek tersebut berlangsung di empat kota, yaitu Jakarta Barat, Bandung, Semarang, dan Kupang.

Sebelumnya, proyek Wolbachia juga dilaksanakan di Kota Bontang, yang dijadwalkan selesai pada awal tahun 2025.

Dukungan dana yang diberikan oleh DFAT ini disebut akan digunakan bagi empat kota yang terus melakukan perluasan di wilayah baru di tahun depan.

“Dana ini sifatnya komplementer, melengkapi dana APBN yang telah dianggarkan. Dana tersebut akan digunakan untuk menyelesaikan project di empat kota tahun depan,” jelas dr. Riris Andono Ahmad, Direktur PKT UGM, Senin (16/12/2024).

Pendanaan tambahan dari DFAT ini disalurkan melalui skema Partnership for Healthy Region Initiative (PHR) yang bertujuan mendukung keberlanjutan program pengendalian DBD berbasis teknologi Wolbachia.

Baca juga: Dinkes Bantul Catat 57 Kasus DBD Terjadi pada November 2024, Empat di antaranya Meninggal Dunia

Asia Project Manager Communication & Engagement WMP untuk Asia, Bekti Andari menilai bahwa pilot project implementasi teknologi Wolbachia di 5 kota telah berjalan dengan sangat baik.

Meski demikian ada beberapa aktivitas yang akan lebih baik jika ada dukungan dana tambahan.

“Dukungan dana dari DFAT ini digunakan untuk fill the gap (melengkapi) pada kegiatan-kegiatan yang telah ditentukan,” katanya.

Lebih lanjut, Bekti menjelaskan bahwa dukungan dana dari DFAT telah ditentukan jenis-jenis kegiatannya.

Ia menyebutkan beberapa di antaranya adalah untuk pengelolaan project, pelibatan masyarakat, barang habis pakai, kegiatan peletakan ember dan pemantauan, pengelolaan data dan peta, produksi telur nyamuk di Universitas Udayana, dan isu lintas sektoral dengan menggunakan pendekatan GEDSI (gender equality/kesetaraan gender, disability/disabilitas, dan social inclusion/inklusi sosial).

“Kita harus memastikan bahwa program ini berdampak juga pada masyarakat rentan,” tambah Bekti. (ard)

 

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved