UMP DIY 2025

Sri Sultan Hamengku Buwono X Tetapkan UMP DIY 2025 Rp 2.264.080,95

Besaran UMP DIY Tahun 2025 ditetapkan sebesar Rp 2.264.080,95, mengalami kenaikan sebesar 6,5 persen atau sekitar Rp 138.183,34

Penulis: Hanif Suryo | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM/ HANIF SURYO
Sekda DIY, Beny Suharsono (tengah), mengumumkan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) DIY Tahun 2025 di Gedhong Pracimosono, Kompleks Kepatihan, Rabu (11/12/2024). 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X telah menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) DIY Tahun 2025, dengan mengacu pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 16 Tahun 2024.

Penetapan ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh di provinsi ini dan menjaga keseimbangan antara kepentingan pekerja dan pengusaha.

Sekretaris Daerah (Sekda) DIY, Beny Suharsono pada Rabu (11/12/2024), menjelaskan bahwa penetapan UMP dan UMSP DIY 2025 dilakukan berdasarkan rekomendasi dari Dewan Pengupahan DIY.

Dewan Pengupahan ini terdiri atas unsur serikat pekerja, pengusaha, pemerintah, dan akademisi.

Keputusan ini dituangkan dalam dua Keputusan Gubernur DIY, yakni Keputusan Gubernur DIY Nomor 477/KEP/2024 tentang Penetapan UMP Tahun 2025, dan Keputusan Gubernur DIY Nomor 478/KEP/2024 tentang Penetapan UMSP Tahun 2025.

Besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) DIY Tahun 2025 ditetapkan sebesar Rp 2.264.080,95.

Angka ini mengalami kenaikan sebesar 6,5 persen atau sekitar Rp 138.183,34 dibandingkan dengan UMP tahun 2024 yang sebelumnya sebesar Rp 2.125.897,61.

Selain itu, untuk tahun 2025, Gubernur DIY juga menetapkan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) untuk sektor-sektor tertentu yang memiliki karakteristik dan risiko kerja yang lebih tinggi atau membutuhkan spesialisasi tertentu.

"Penetapan UMSP ini dilakukan melalui kesepakatan seluruh unsur Dewan Pengupahan DIY, berdasarkan kajian akademis yang mendalam," terang Beny.

Pada tahun 2025, Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) DIY ditetapkan untuk empat sektor, yaitu sektor Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makanan, sektor Aktivitas Keuangan dan Asuransi, sektor Informasi dan Komunikasi, dan sektor Konstruksi.

Rincian besaran UMSP DIY 2025 berdasarkan sektor adalah sebagai berikut: untuk sektor Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makanan, besaran upah ditetapkan dengan skala besar sebesar Rp 2.311.913,65, skala menengah Rp 2.308.724,80, dan skala kecil Rp 2.306.598,91, dengan kenaikan mencapai 8,75 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Sementara itu, untuk sektor Aktivitas Keuangan dan Asuransi serta sektor Informasi dan Komunikasi, besaran upah untuk seluruh skala usaha adalah Rp 2.291.717,62.

Untuk sektor Konstruksi, besaran upah ditetapkan sebesar Rp 2.285.339,93 untuk seluruh skala usaha, dengan kenaikan sebesar 7,5 persen.

"Sebagai contoh, pada sektor Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makanan, subsektornya ada hotel dan restoran. Misalnya, untuk hotel dengan skala besar, yang memiliki lebih dari 200 kamar, maka hotel tersebut akan mendapatkan proporsi tertinggi, yaitu 38,75 persen, atau setara dengan Rp 2.311.913,65. Selanjutnya, ada gradasi bagi yang tidak masuk dalam skala besar, mereka tentu mengikuti ketentuan yang sudah ditetapkan," terang Beny.

"Begitu juga dengan sektor Aktivitas Keuangan dan Asuransi, untuk seluruh skala usaha, kenaikan UMSP di sektor ini mencapai 8,35 persen. Pada sektor Informasi dan Komunikasi, seluruh skala usaha mengalami kenaikan 7,8 persen. Sedangkan untuk sektor Konstruksi, seluruh skala usaha mengalami kenaikan 7,5 persen," lanjutnya.

"Sebelumnya, kami juga mendengarkan aspirasi dari rekan-rekan yang menyampaikannya secara terbuka. Kami harus memperhatikan amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/PUU-XXI/2023, yang mempertimbangkan kepentingan perusahaan dan pekerja/buruh, serta prinsip proporsionalitas untuk memenuhi Kebutuhan Hidup Layak (KHL).Pertama, bagi pekerja/buruh, perhitungan dan analisis KHL dilakukan oleh Dewan Pengupahan DIY, dengan menggunakan data KHL dari Kabupaten/Kota se-DIY, yang telah disusun oleh Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota se-DIY. Selanjutnya, berdasarkan keputusan ini akan dilakukan penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK), yang direkomendasikan oleh Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota melalui Bupati/Walikota kepada Bapak Gubernur DIY," tambahnya.

Proses penetapan UMP dan UMSP DIY ini juga memperhatikan amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/PUU-XXI/2023, yang bertujuan untuk memenuhi Kebutuhan Hidup Layak (KHL) bagi pekerja/buruh.

Penetapan ini juga memperhatikan keseimbangan antara kepentingan perusahaan dan kesejahteraan pekerja. Analisis KHL dilakukan dengan menggunakan data KHL dari masing-masing Kabupaten/Kota di DIY.

"Setelah penetapan UMP dan UMSP Provinsi DIY, langkah berikutnya adalah penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK). Penetapan ini akan direkomendasikan oleh Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota kepada Bupati/Walikota dan diharapkan dapat diumumkan paling lambat pada tanggal 18 Desember 2024," terang Beny.

Baca juga: BREAKING NEWS : UMP DIY 2025 Ditetapkan Naik 6,5 Persen, UMSP Sektor Tertentu Tembus 8,75 Persen

Proyeksi KHL dan Sektor Unggulan untuk Mendorong Perekonomian Daerah   

Dalam proses penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) untuk tahun 2025, para anggota Dewan Pengupahan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menegaskan dasar yang digunakan dalam pengusulan besaran upah yang telah ditetapkan.

Menurut Joko Susanto, seorang anggota Dewan Pengupahan dan unsur akademisi, penetapan besaran UMP DIY didasarkan pada survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang telah dilakukan oleh Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota pada tahun 2021 hingga 2022.

Meskipun survei dilakukan dalam rentang waktu yang berbeda, hasil survei tersebut menjadi landasan utama dalam proyeksi besaran UMP yang ditetapkan.

"Survei KHL ini mencakup tujuh kelompok utama, seperti kelompok makanan, perumahan, serta kelompok lainnya. Dari hasil survei tersebut, kami proyeksikan kebutuhan hidup layak (KHL) untuk tahun 2025," ujar Joko Susanto.

"Kami menggunakan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) terkait kelompok makanan dan perumahan untuk memproyeksikan KHL untuk tahun 2025. Selain itu, kami juga mempertimbangkan antisipasi terhadap kemungkinan lonjakan harga pada kelompok makanan yang dapat mempengaruhi perhitungan KHL," tambahnya.

Proyeksi KHL ini dilakukan dengan memperhitungkan data dari tahun 2022 dan 2023, yang kemudian diteruskan hingga tahun 2024 untuk memastikan tercapainya KHL yang relevan pada tahun 2025 di empat kabupaten dan satu kota di DIY.

Tidak hanya itu, Joko Susanto juga menjelaskan bahwa faktor pertumbuhan pengeluaran per kapita yang diperoleh dari data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) juga dipertimbangkan dalam proyeksi ini.

"Setelah menambahkan dua unsur tersebut, kami membandingkan hasil proyeksi KHL dengan besaran UMP yang kami tetapkan. Hasilnya, besaran UMP yang kami tetapkan sudah relevan dan proporsional dengan KHL, sesuai dengan amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK)," jelas Joko Susanto.

Selain itu, dalam penetapan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) DIY, Priyonggo Suseno, dosen Universitas Islam Indonesia yang juga bertindak sebagai anggota Dewan Pengupahan DIY, menjelaskan dasar penetapan sektor-sektor yang dikenakan UMSP.

Berdasarkan Permenaker Nomor 16 Tahun 2024, UMSP diterapkan pada sektor-sektor dengan karakteristik khusus yang memiliki risiko kerja tinggi, serta tuntutan profesionalisme atau spesialisasi yang berbeda dibandingkan sektor lainnya.

Dalam hal ini, Dewan Pengupahan DIY melakukan identifikasi sektor-sektor yang memiliki potensi untuk tumbuh secara prospektif di DIY dan berkontribusi besar terhadap perekonomian daerah.

"Penetapan UMSP ini berada dalam kerangka untuk mendorong DIY memiliki sektor-sektor unggulan yang berkelanjutan. Kami ingin sektor-sektor yang memiliki daya tumbuh lebih baik dapat memberikan insentif kepada pekerja dengan nilai lebih," ujar Priyonggo Suseno.

Dua kriteria utama yang digunakan dalam penetapan sektor untuk UMSP adalah potensi pertumbuhan sektor yang lebih cepat dari rata-rata serta tingkat risiko pekerjaan yang tinggi.

Berdasarkan kedua kriteria ini, terdapat empat sektor yang layak diterapkan UMSP, yaitu sektor akomodasi dan penyediaan makan minum, sektor informasi dan komunikasi, sektor keuangan dan asuransi, serta sektor konstruksi.

Priyonggo Suseno juga menjelaskan bahwa penerapan UMSP ini tidak berlaku untuk seluruh bagian dari sektor-sektor tersebut, melainkan hanya untuk klasifikasi yang layak menerima.

Misalnya, pada sektor akomodasi, UMSP diterapkan hanya pada hotel dengan kelas tertentu dan jenis akomodasi tertentu.

Begitu juga di sektor keuangan dan asuransi, UMSP hanya diterapkan pada bank umum, sementara untuk bank lainnya, mereka mengenakan UMP.

Dengan dasar tersebut, sektor akomodasi dan penyediaan makan minum memiliki besaran UMSP tertinggi, yakni kenaikan sebesar 8,75 persen, mengingat sektor ini memiliki kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian DIY dibandingkan dengan sektor lainnya.

Harapannya, penerapan UMSP ini akan mendorong sektor-sektor lain untuk berkembang dan menciptakan daya saing yang positif di daerah ini.

"Kami berharap, dengan diterapkannya UMSP ini, sektor-sektor lainnya akan berlomba untuk tumbuh dan berkembang, menciptakan kondisi kerja yang lebih baik bagi pekerja di DIY," tutup Priyonggo Suseno. (*)
 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved