Surati Prabowo, Aktivis Sosial di Jogja Desak Pencopotan Miftah Maulana dari Utusan Khusus Presiden

Desakan pencopotan Miftah Maulana Habiburrahman sebagai Utusan Khusus Presiden semakin kencang dihembuskan publik.

Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUN JOGJA/AZKA RAMADHAN
Aktivis sosial asal Yogya, Baharuddi Kamba, melakukan aksi tunggal di kawasan Titik Nol Kilometer, Kota Yogya, Kamis (5/12/2024). 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Desakan pencopotan Miftah Maulana Habiburrahman sebagai Utusan Khusus Presiden semakin kencang dihembuskan publik.

Hal tersebut merupakan imbas dari viralnya video Miftah yang kedapatan mengolok-olok seorang pedagang es teh dalam sebuah pengajian di Magelang, Jawa TengaH beberapa waktu yang lalu.

Desakan pun turut disuarakan oleh Aktivis Sosial asal Kota Yogya, Baharuddin Kamba, di kawasan Titik Nol Kilometer, Kota Yogya, Kamis (5/12/2024).

Dalam aksi tunggalnya tersebut, Kamba melakukan teatrikal menjadi seorang pedagang es teh eceran dan menawarkannya sembari berjalan kaki.

Tidak berhenti sampai di situ, selepas melakukan aksi teatrikal, Kamba juga berkirim surat untuk Presiden Prabowo Subianto, melalui Kantor Pos Besar Yogyakarta.

Surat yang dibungkus dengan amplop berwarna coklat itu, berisikan desakan pada presiden untuk segera mencopot Miftah dari posisi Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan.

Baca juga: Gus Miftah Minta Maaf ke Sunhaji,  Terima Kasih ke Netizen dan Ngaku Salah ke Mayor Teddy

"Kami merespons, meminta dan mendesak kepada Presiden Prabowo untuk mencopot yang bersangkutan sebagai utusan khusus presiden ya," tandasnya.

Kamba menyebut, tindakan Miftah yang juga menyandang gelar 'Gus', sangat tidak mencerminkan seseorang yang menjadi bagian dari pemerintahan Republik Indonesia.

Terlebih, olok-olokan kepada pedagang es teh itu dilakukan di hadapan ribuan publik yang memadati kegiatan pengajian akbar di salah satu pondok pesantren besar tersebut.

"Itu sangat tidak pantas, sangat tidak layak, seorang penyelenggara negara mengolok-olok pedagang kecil, apalagi di tempat yang ramai," terangnya.

Lebih lanjut, ia juga menyoroti problem Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang belum diserahkan Miftah ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Padahal, LHKPN jadi kewajiban yang harus dilaporkan pejabat negara, sebagai bagian dari instrumen pencegahan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

"Kalau misalnya tidak segera melaporkan, maka yang bersangkutan itu memang tidak patut dan tidak layak menjadi penyelenggara negara," pungkas Kamba. (aka)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved