Rangkuman Materi Sejarah Kelas 12 SMA Bab 2 Unit B: Identitas Nasional Baru
Rangkuman materi Sejarah Kurikulum Merdeka Kelas 12 SMA Bab 2 Unit B mengenai Ketersebaran Kekuatan dan Identitas Nasional Baru.
Penulis: Tribun Jogja | Editor: Iwan Al Khasni
TRIBUNJOGJA.COM – Tahukah Tribunners kapan Indonesia melaksanakan pemilu pertama?
Partai mana yang meraih suara terbanyak dalam pemilu legislatif pertama?
Pada masa Demokrasi Liberal hingga Demokrasi Terpimpin terdapat banyak kelompok yang memiliki massa, baik yang berbasis ideologi politik maupun agama.
Kekuatan kelompok tersebut memunculkan warna yang beragam pada identitas nasional dan berbagai peristiwa di Indonesia.
Kali ini kita akan belajar materi Sejarah kelas 12 SMA Kurikulum Merdeka Bab 2 tentang Demokrasi Liberal hingga Masa Demokrasi Terpimpin (1950 – 1966) terkhusus Ketersebaran Kekuatan dan Identitas Nasional Baru.
Materi ini dilansir dari buku Sejarah karya Martina Safitry, Indah Wahyu Puji Utami, dan Aan Ratmanto.
Pada materi kali ini, siswa diharapkan mampu menggunakan keterampilan sejarah untuk mengevaluasi secara kritis dinamika kehidupan bangsa Indonesia pada masa Demokrasi Liberal hingga Demokrasi Terpimpin dari berbagai perspektif, merefleksikannya untuk kehidupan masa kini dan masa depan, serta melaporkannya dalam bentuk lisan, tulisan, dan/atau media lainnya.

Berikut di bawah ini rangkuman materi Sejarah Kurikulum Merdeka Kelas 12 SMA Bab 2 Unit B
Ketersebaran Kekuatan dan Identitas Nasional Baru
1. Gerakan Perempuan
Gerakan Perempuan pada tahun 1950—1960 merupakan salah satu periode pergerakan paling progresif setelah tahun 1928.
Pada periode ini banyak organisasi perempuan yang berafiliasi dengan kekuatan-kekuatan organisasi massa yang besar.
Sebagai contoh Aisyiah dari Muhammadiyah, Muslimat dari Masyumi, Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) dari NU, Perwari, dan juga Gerakan Wanita Istri Sedar (Gerwis).
Gerwis merupakan gabungan dari ratusan aktivis dan berbagai organisasi perempuan, misalnya Rukun Putri Indonesia, Persatuan Wanita Sedar, Isteri Sedar, dan lain-lain.
Gerwis berubah nama menjadi Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia).
Pada tahun 1954 PKI memanfaatkan organisasi ini untuk menggalang suara pada Pemilu 1955.
Selain terkait dengan basis massa yang besar, terdapat isu krusial yang diangkat pada tahun 1950an di antaranya adalah UU Perkawinan dan isu poligami.
Kalangan organisasi maupun aktivis perempuan, menilai perlunya dibentuk komisi khusus yang merancang hukum perkawinan yang berpihak pada perempuan.
Untuk itu dibentuk Komisi NTR (Nikah, Talak, Rujuk).
2. Pemilihan Umum Pertama
Pada masa Demokrasi Liberal, perubahan kabinet terus-menerus terjadi.
Hal ini tentu saja menimbulkan ketidakstabilan politik di Indonesia.
Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah akhirnya mengeluarkan UU No.7 tahun 1953 tentang Pemilihan Umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Pemilihan umum ini bertujuan menyederhanakan partai politik dan melaksanakan prinsip demokrasi.
Saat itu, Pemilu 1955 merupakan peristiwa terbesar kedua setelah peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Sistem pemilihan umum yang digunakan adalah sistem perwakilan berimbang (proportional representation).
Hasil pemilu 1955 memperlihatkan sirkulasi elite kekuasaan yang berbeda dan polarisasi yang cukup tajam antara partai-partai berbasis agama dan non-agama.
Ketidakstabilan politik pasca-Pemilu 1955 semakin meningkat hingga Kabinet Ali runtuh dan mengembalikan mandat kepada presiden.
Maraknya pergolakan yang terjadi di daerah dan perdebatan dalam konstituante yang berlarut-larut membuat Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden 1959 untuk kembali kepada UUD 1945.
Melalui dekrit itu, Presiden Sukarno juga membubarkan Konstituante.
Sejak keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 tersebut, sejarah Indonesia memasuki babak baru yaitu Demokrasi Terpimpin.
Baca juga: Rangkuman Materi Sejarah Kelas 12 SMA Bab 1 Unit E Bagian 3: Peran Pelajar dalam Revolusi Nasional
3. Nasionalisme, Agama, dan Komunis (Nasakom)
Istilah ini diusulkan oleh Sukarno sebagai gambaran tiga kekuatan revolusioner yang melandasi nasionalisme Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin.
Lahirnya Nasakom sebenarnya jauh sebelum era Demokrasi Terpimpin, tepatnya pada tahun 1926.
Tiga kekuatan revolusioner sebelum kemerdekaan itu direpresentasikan oleh tiga kelompok.
Pertama, kelompok Nasionalis yang diwakili Indische Partij (IP).
Kedua, golongan umat Islam yang diwakili dalam Sarekat Islam (SI).
Ketiga, golongan komunis yang diwakili oleh Partai Komunis Indonesia (PKI).
Konsep Nasakom ini diterapkan Sukarno pada masa Demokrasi Terpimpin.
Namun, langkah tersebut tidak serta-merta dapat diterima oleh rakyat dan tokoh-tokoh politik.
Hatta, sebagai wakil presiden menentang konsep Demokrasi Terpimpin dan Nasakom sehingga dua sosok proklamator itu akhirnya berpisah jalan.
Kampanye Nasakom dibawa oleh Presiden Sukarno ke forum internasional.
Sukarno membentuk Nasakom untuk menggantikan sistem demokrasi parlementer yang dianggap tidak bisa menyejahterakan rakyat.
Bagi Sukarno, demokrasi parlementer melindungi sistem kapitalisme yang lebih mengedepankan kaum borjuis.
Ideologi Nasakom pun runtuh saat PKI melakukan Gerakan 30 September 1965
Identitas nasional bukanlah sesuatu yang statis, melainkan dinamis dan terus berkembang.
Indonesia dengan keberagamannya menjadi contoh dunia tentang bagaimana membangun persatuan dalam keberagaman.
Maka sebagai generasi muda, kita memiliki peran penting dalam menjaga dan memperkuat identitas nasional.
( MG Maryam Andalib )
Baca juga: Rangkuman Materi Sejarah Kelas 12 SMA Bab 1 Unit E Bagian 2: Peran Seniman dan Sastrawan
Jadi Tuan Rumah Forum Smart City Nasional 2025, Kota Yogyakarta Dorong Realisasi Program Satu Data |
![]() |
---|
Sambut Hari Pelanggan Nasional 2025, PLN Berbagi Kepedulian Bersama Veteran di Yogyakarta |
![]() |
---|
Mengenal Double Standard, Bias Gender yang Masih Mengakar di Kehidupan Modern |
![]() |
---|
Beruntungnya Jadi Wanita, Ini 6 Keistimewaan Perempuan dalam Islam |
![]() |
---|
Hari Kesetaraan Perempuan 26 Agustus, Ternyata Ini Muasalnya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.