Soroti Peredaran Miras di DIY, Sosiolog UGM Usulkan Ada Badan Khusus Mengawasi Peredaran Miras
Selama ini, industri miras selalu bergerak secara underground dan tidak bisa dikendalikan pemerintah.
Penulis: Miftahul Huda | Editor: Muhammad Fatoni
Derajad menambahkan, minimnya pengawasan terhadap industri miras membuat peredaran uangnya juga tidak dapat dideteksi.
Baru-baru ini, Polresta Yogyakarta menemukan terdapat lebih dari 90 persen outlet terbukti menjual miras ilegal dan telah ditutup secara massal.
“Ia memang underground economy, jadi sulit pengawasannya. Selain peredarannya, produknya itu sendiri juga perlu diawasi. Mungkin produk yang resmi beredar bisa terdata, tapi bagaimana dengan produk oplosan, misalnya?,” terang Derajad.
Ia menambahkan, untuk menangani masalah tersebut pemerintah perlu mengetahui dulu industri miras yang selama ini berjalan.
Alih-alih menekan peredaran, penjualan miras bisa diatur agar lebih terpusat.
Dijelaskan Derajad, jual beli miras terpusat akan sangat membantu pemerintah mengawasi industri tersebut.
Termasuk untuk mengimplementasi regulasi yang sudah berlaku sejauh ini.
“Sarannya saya kira justru legalkan, tapi penjualannya terpusat. Kalau begitu nanti kita bisa tahu siapa penjualnya, siapa yang beli, perputaran uangnya ke mana. Itu jelas,” ucapnya.
Instruksi Gubernur Nomor 5 Tahun 2024 Tentang Optimalisasi Pengendalian dan Pengamanan Minuman Beralkohol mengatur inventarisasi peredaran miras, mengoptimalkan peran pemerintah daerah, hingga larangan penjualan secara daring dan pesan antar.
Kendati demikian, regulasi tersebut belum mengatur pihak yang bertanggung jawab untuk mengawasi miras secara khusus.
Hal ini menyebabkan regulasi yang berlaku justru sulit diimplementasikan.
Menurut Derajad, fungsi pengawasan harus dilakukan oleh dua pihak.
Pertama, elemen masyarakat perlu dilibatkan secara ad hoc, khususnya mereka yang memiliki keahlian mengenali jenis-jenis miras yang beredar.
Pasalnya, banyak ditemukan kasus miras diracik sendiri oleh oknum-oknum tertentu dan diperjualbelikan secara bebas.
Elemen masyarakat tentu akan lebih mengenal dan mengetahui distribusi dari produk miras tersebut.
Kedua, harus ada lembaga yang mampu mengawasi secara terus menerus dan berlapis.
Mulai dari jenis produk, sampai perputaran ekonominya.
“Perlu diawasi dari segi produknya juga. Kalau kita bicara anggur (atau miras) itu kan bermacam-macam kadar alkoholnya. Banyak pakar dan elemen perhotelan itu saya kira lebih tahu. Mereka juga perlu dilibatkan,” tutup Derajad. (*)
Dosen FEB UGM Ungkap Alasan CHT Perlu Dinaikkan |
![]() |
---|
Solidaritas 'Ayo Jaga Jogja Bebarengan' Tegaskan Pentingnya Relasi Antarwarga |
![]() |
---|
Dugaan Pelanggaran HAM dalam Aksi Demonstrasi, Guru Besar UGM Sebut Perlu Penyelidikan Mendalam |
![]() |
---|
UGM Dorong Mahasiswa Jadi Pemimpin Visioner Lewat Talkshow Literasi |
![]() |
---|
JKT48 Kolaborasi dengan J Trust Bank ke UGM, Edukasi Finansial ke Generasi Muda |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.