Perda Tentang Miras Ketinggalan Zaman, Pemda DIY Dorong Evaluasi Aturan Penjualan Minuman Beralkohol

Beny mengungkapkan bahwa aturan yang telah berusia lebih dari setengah abad itu perlu diperbarui untuk mencerminkan kondisi dan kebutuhan masyarakat

Penulis: Hanif Suryo | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA.COM/ HANIF SURYO
Sekda DIY, Beny Suharsono. 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Sekretaris Daerah (Sekda) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Beny Suharsono, menegaskan pentingnya evaluasi terhadap Peraturan Daerah (Perda) No. 7/1953 tentang Pengawasan Minuman Beralkohol.

Pernyataan tersebut disampaikan menyusul perubahan drastis dalam fenomena penjualan minuman beralkohol di masyarakat saat ini.

Beny mengungkapkan bahwa aturan yang telah berusia lebih dari setengah abad itu perlu diperbarui untuk mencerminkan kondisi dan kebutuhan masyarakat saat ini.

"Makanya kami akan mengacu pada Undang-undang Pangan. Aturan-aturan ini perlu dievaluasi karena fenomena penjualan miras saat ini sudah berbeda," jelas Beny ditemui di Kompleks Kepatihan, seusai pertemuan yang digelar Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X serta bupati/ wali kota se-DIY membahas persoalan minuman keras (miras), Senin (28/10/2024).

Perda No. 7/1953 dianggap kurang efektif dalam menghadapi perkembangan industri minuman beralkohol, terutama dengan munculnya platform penjualan daring dan perubahan pola konsumsi masyarakat.

Beny menyatakan bahwa pendekatan yang lebih komprehensif dan berbasis pada Undang-Undang Pangan perlu dipertimbangkan untuk mengatur peredaran minuman beralkohol di DIY.

Perda No. 7/1953, yang diundangkan lebih dari setengah abad yang lalu, berisi berbagai ketentuan mengenai pengawasan dan penjualan minuman beralkohol.

Namun, dengan pesatnya perkembangan industri dan pergeseran perilaku konsumen kini lebih mudah diakses oleh khalayak.

Hal ini menimbulkan tantangan baru bagi pemerintah daerah dalam melakukan pengawasan yang efektif.

Baca juga: Soroti Kasus Penusukan Santri, Afnan Hadikusumo Tegaskan Komitmen Pembatasan Peredaran Miras

Lebih lanjut Beny menjelaskan, pertemuan Gubernur DIY serta bupati/ walikota digelar menindaklanjuti protes masyarakat terkait maraknya peredaran miras di DIY.

Sebab itu, dilakukan koordinasi untuk membahas langkah-langkah penindakan yang efektif.

"Ya kita kan sama-sama untuk melangkah supaya lalu ada koordinasi antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/ kota. Kemarin kan juga ada audiensi dari Forum Ukhuwah Islamiyah (FUI), semuanya akan menjadikan masukan kepada pemerintah daerah termasuk pemerintah kabupaten/ kota. Jadi saya belum bisa sampaikan detail teknisnya," ujar Beny.

Dijelaskan Beny, Gubernur DIY Sri Sultan HB X juga telah menginstruksikan agar pertemuan dengan bupati dan walikota diselesaikan minggu ini, untuk menentukan langkah konkrit ke depan.

"Kalau penindakan kan dilihat deliknya kayak apa, kita nggak bisa serta-merta. Kalau yang berizin, ya sudah berizin. Jadi masalah utama kan yang (penjualan miras) take away sama yang daring," ujarnya.

Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DIY, Noviar Rahmad, mengungkapkan bahwa pihaknya telah melaksanakan operasi rutin untuk menindak penjual minuman beralkohol (miras) ilegal di daerahnya.

"Operasi ini bukan baru-baru ini saja dilakukan; kami juga melibatkan Jaga Warga untuk ikut mengamankan lingkungannya," kata Noviar.

Noviar menyesalkan bahwa hukuman yang tercantum dalam Peraturan Daerah (Perda) saat ini dinilai terlalu rendah, sehingga tidak menimbulkan efek jera bagi pelanggar.

"Hukuman maksimalnya hanya enam bulan penjara dan denda 50 juta rupiah. Namun, vonis pengadilan seringkali jauh di bawah itu," ungkapnya.

Ia menekankan pentingnya memperberat hukuman untuk pelanggaran penjualan miras ilegal.

"Kami ingin agar penjual benar-benar jera dan tidak mengulangi perbuatannya," tegas Noviar.

Hal ini menjadi salah satu langkah strategis dalam upaya memberantas peredaran miras ilegal yang semakin marak.

Menurut data yang ada, jumlah penjual miras ilegal di DIY mencapai ratusan, sementara hanya sekitar 21 penjual yang memiliki izin resmi.

Situasi ini menunjukkan bahwa penegakan hukum yang lebih ketat sangat diperlukan untuk melindungi masyarakat dari dampak negatif peredaran miras ilegal. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved