Atasi Masalah OPT pada Tanaman Mete, Pemkab Gunungkidul Kenalkan Biopestisida yang Ramah Lingkungan 

Dinas Pertanian dan Pangan (DPP) Kabupaten Gunungkidul menyosialisasikan penggunaan biopestisida untuk menjadi alternatif pengganti pestisida kimia

Dok. Istimewa
Petani di Gunungkidul saat mencoba cairan Biopestisida ke tanaman mete, Senin (2/9/2024) 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Nanda Sagita Ginting 

TRIBUNJOGJA.COM, GUNUNGKIDUL - Penggunaan pestisida kimia terkadang kurang berhasil mengendalikan organisme pengganggu tanaman (OPT) pada tanaman  mete.

Maka dari itu, Dinas Pertanian dan Pangan (DPP) Kabupaten Gunungkidul menyosialisasikan penggunaan biopestisida untuk menjadi alternatif pengganti pestisida kimia.

Sosialisasi ini dilakukan ke Kelompok Tani Binangun Kapanewon/ Kecamatan Karangmojo sebagai salah satu sentra produksi mete di wilayah ini.

Kepala Bidang Perkebunan dan Hortikultura DPP Kabupaten Gunungkidul Aning Sri Mintarsih mengatakan, penggunaan biopestisida ini untuk menekan serangan hama dan penyakit yang selama ini menjadi ancaman bagi produktivitas tanaman mete di wilayah ini.

"Maka dari itu, untuk  mengatasi masalah ini, diperlukan upaya pengendalian OPT yang terkoordinasi dan berkelanjutan. Dengan adanya  gerakan pengendalian tanaman mete diharapkan dapat melindungi tanaman dari kerusakan dan memastikan hasil panen yang optimal,"ujarnya pada Senin (2/9/2024).

Sri mengklaim, penggunaan biopestisida ini dilaporkan membuat populasi hama penggerek bunga dan penyakit antraknosa pada tanaman mete menurun drastis, hingga mencapai 60 persen dari kondisi sebelumnya.

"Salah satu pendekatan yang mendapat perhatian adalah penggunaan biopestisida dan pelepasan musuh alami untuk mengendalikan hama secara alami, sehingga dapat mengurangi penggunaan bahan kimia juga, dan pastinya lebih ramah lingkungan,"ucapnya.

Sri mengatakan, penggunaan biopestisida ini digunakan di lahan tanaman mete seluas 3-5 hektare.

Baca juga: Pemkab Gunungkidul Beri Sanksi Disiplin bagi Tiga ASN, Satu Diberhentikan Tidak Hormat

Selain mengenalkan teknik pengendalian OPT, pihkanya juga mengajarkan identifikasi hama dan penyakit, serta penggunaan pestisida yang tepat dan ramah lingkungan.

"Kegiatan ini sangat penting untuk menjaga produktivitas tanaman mete, yang merupakan salah satu komoditas unggulan Gunungkidul. Melalui gerakan pengendalian ini, kami berupaya mengurangi dampak negatif dari serangan OPT yang seringkali menyebabkan penurunan kualitas dan hasil panen," ucapnya.

Eli Setiawan, Ketua kelompok Tani Binangun Kapanewon Karangmojo menambahkan, gerakan ini sangat membantu para petani mete, dalam mengurangi kerugian akibat hama. 

"Kami juga diajarkan cara-cara pengendalian yang ramah lingkungan, sehingga kami bisa melindungi tanaman kami tanpa merusak lingkungan sekitar,"terangnya.

Apalagi, tanaman mete menjadi produk unggulan bagi petani di wilayahnya. Dia menyebutkan, saat ini luas pertanian mete mencapai 5.645,6 hektare.Di mana, setiap per hektarnya bisa ditanami hingga 100 pohon tanaman mete.

Dengan produksi mete yang setiap tahunnya terus mengalami peningkatan mulai tahun 2017 berhasil menghasilkan  525,7 ton, 2018 sebanyak 688,43 ton, 2019 sebanyak 780,9 ton,  sebanyak 2020 939 ton, dan 2021 sebanyak 453,4 ton.

"Dan, kayaknya tahun ini produksi bagus, karena musim bunganya di musim kering tidak hujan sehingga jadi buah. Ditambah, adanya kegiatan ini diharapkan dapat menjadi model bagi pengendalian OPT yang membuat produksi semakin meningkat,"urainya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved