Kericuhan Demo Tolak Revisi UU Pilkada di Semarang, 26 Mahasiswa Luka, Satu Korban Dijahit Hidungnya

Sebanyak 18 mahasiswa dari sejumlah kampus di Semarang mengalami luka saat terjadi kericuhan saat unjukrasa tolak revisi UU Pilkada

Penulis: Hari Susmayanti | Editor: Hari Susmayanti
Tribun Jateng/Iwan Arifianto
Ribuan mahasiswa mengikuti aksi demonstrasi menentang revisi UU Pilkada di Jalan Pahlawan, Kota Semarang, Kamis (22/8/2024). Mereka menyampaikan empat tuntutan ke pemerintah yang menurut mereka sudah keblinger. 

Menurutnya, aksi awalnya berjalan lancar berjalan dari gedung depan kantor DPRD Jateng sampai ke pintu samping.

Dari pintu samping gedung DPRD dekat Taman Indonesia Kaya, rencana awal mahasiswa akan masuk ke halaman DPRD untuk aksi simbolik menyegel gedung. Mahasiswa ketika masuk berjalan dengan cara jongkok.

"Kami mau masuk untuk simbolis segel gedung dan bikin sidang rakyat di halaman DPRD Jateng. Namun, kami dihadang polisi lalu ditembaki gas air mata," ungkapnya.

Arif menyebut, hingga saat ini pihaknya masih terus memantau, terkait keadaan demonstran pasca aksi unjuk rasa dibubarkan pukul 14.00 tadi.

"Kami membuka hotline aduan jika ada kawan-kawan yang mendapat tindakan represif,"imbuhnya.

Terpisah, Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Artanto menyebut tindakan yang dilakukan oleh petugas sudah sesuai dengan Perkap Nomor Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dan Tindakan Kepolisian.

"Sangat disayangkan aksi unjuk rasa berujung ricuh. Namun kami bersyukur tidak ada korban yang jatuh dalam peristiwa tersebut," ujarnya. 

4 Tuntutan

Dalam demo tersebut, para mahasiswa menyuarakan empat tuntutan.

Empat tuntutan mahasiswa tersebut disampaikan oleh Ketua BEM Universitas Diponegoro (Undip) Farid Darmawan selepas aksi, Kamis (22/8/2024) sore.

Farid mengatakan, tuntutan pertama mendesak DPR tidak melakukan pengesahan revisi UU Pilkada.

Tuntutan kedua, mendesak KPU menindaklanjuti putusan MK yang bersifat final dan mengikat sebab tidak ada hukum lain yang lebih tinggi.

Kemudian, menolak segala bentuk  nepotisme dan praktik politik dinasti dalam keberlangsungan demokrasi.

"Terakhir, kami menuntut pejabat negara untuk tidak mencederai marwah hukum dan melakukan pembangkangan terhadap konstitusi demi kepentingan golongan tertentu," paparnya.

Para mahasiswa mengaku sudah jengah dengan pemerintah sebab dari Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) Februari lalu masyarakat sudah dikangkangi konstitusi.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved