WALHI DIY Kritik Penerapan Sanksi Tipiring untuk Pembuang Sampah Liar

Walhi DIY menyoroti ketidakadilan dalam penerapan sanksi tersebut, terutama bagi masyarakat menengah ke bawah

Penulis: Hanif Suryo | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUN JOGJA/AZKA RAMADHAN
Salah satu lokasi pembuangan sampah liar di Jalan KH Ahmad Dahlan, Kota Yogyakarta, Jumat (2/8/2024). 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Polemik seputar penerapan sanksi tindak pidana ringan (tipiring) bagi pembuang sampah liar kembali mencuat.

Deputi Direktur WALHI DIY, Dimas R Perdana, menyoroti ketidakadilan dalam penerapan sanksi tersebut, terutama bagi masyarakat menengah ke bawah yang seringkali kesulitan mengakses fasilitas pengelolaan sampah.

"Kadang sasarannya justru masyarakat yang ada di ekonomi menengah ke bawah. Dari sisi keadilan menjadi persoalan, karena mereka sebenarnya mengalami kesulitan juga dalam hal membuang sampah itu sendiri," terang Dimas, saat dihubungi Tribun Jogja, Jumat (2/8/2024).

Ia berpendapat bahwa alih-alih fokus pada penindakan, pemerintah seharusnya lebih proaktif dalam menyediakan Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPST) dan fasilitas pengelolaan sampah lainnya yang memadai.

Dimas juga menyoroti kurangnya pengawasan terhadap pelaku usaha yang menghasilkan sampah dalam jumlah besar,seperti hotel, restoran, dan pusat perbelanjaan.

"Pemerintah seharusnya lebih intensif memantau pengelolaan sampah di sektor bisnis," tegasnya.

"Kami lihat belum ada monitoring ke arah sana. Malah lebih baik Pemkot Yogya monitoring tempat usaha yang produksi sampahnya lebih banyak dibandingkan sampah rumah tangga. Misal hotel, atau pelaku bisnis FnB, mall, itu pengelolaan sampahnya seperti apa," bebernya.

Baca juga: Pemkot Yogyakarta Terapkan Sanksi Progresif untuk Pelaku Pembuangan Sampah Liar

Sebelumnya, Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta telah menerapkan sanksi progresif bagi pelaku pembuangan sampah liar.

Sanksi ini memungkinkan pelaku yang tertangkap mengulangi perbuatannya untuk mendapatkan hukuman yang lebih berat.

Kepala Satpol PP Kota Yogyakarta, Octo Noor Arafat, menjelaskan bahwa pihaknya telah memiliki sistem untuk melacak pelanggar berulang. 

"Kami memiliki data lengkap tentang setiap pelanggar," kata Octo. 

Data tersebut kemudian digunakan sebagai bahan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan vonis.

Perda Nomor 10 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah mengatur sanksi maksimal untuk pelanggaran pembuangan sampah liar, yaitu kurungan 3 bulan atau denda Rp50 juta. 

Namun, dalam praktiknya, Satpol PP Yogyakarta biasanya merekomendasikan denda sebesar 1 persen dari jumlah maksimal.

Octo menegaskan bahwa tujuan penerapan sanksi bukan semata-mata untuk mendapatkan pendapatan, tetapi lebih kepada memberikan efek jera agar masyarakat tidak lagi membuang sampah sembarangan. (*)
 

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved