Penjelasan Pihak Rumah Sakit Soal Dugaan Malpraktik yang Sebabkan Tangan Bayi Lumpuh

Direktur Utama RSIA Allaudya dr Chori Fadhila Ova mengatakan pihaknya tidak memiliki niatan untuk mencelakai atau membuat cidera pasien.

Tribun Jogja/Nanda Sagita Ginting
Direktur Utama RSIA Allaudya dr Chori Fadhila Ova saat konferensi pers dengan wartawan, Rabu (10/7/2024) 

TRIBUNJOGJA.COM, GUNUNGKIDUL - Manajemen Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Allaudya memberikan keterangan soal dugaan malpraktik yang membuat tangan bayi yang baru dilahirkan mengalami kelumpuhan.

Direktur Utama RSIA Allaudya dr Chori Fadhila Ova mengatakan pihaknya tidak memiliki niatan untuk mencelakai atau membuat cidera pasien.

Namun demikian, setiap tidakan medis yang dilakukan berpotensi memunculkan resiko medis pula.

"Munculnya efek pada bayi sungguh hal ini merupakan kondisi yang tidak diharapkan baik oleh tim medis kami maupun kedua orang tua. Dan tidak ada niatan dari tim medis untuk mencelakai atau membuat cidera pada pasien. Namun, dalam setiap tindakan medis itu pasti berpotensi munculnya risiko medis yang unpredictable,"ujarnya saat konferensi pers di RSIA Allaudya, pada Rabu (10/7/2024).

Dia menyebutkan, tindakan yang dilakukan oleh dokter yang menangani pasien tersebut dinyatakan sudah sesuai  standar operasional prosedur (SOP) dari hasil audit yang dilakukan oleh  Perkumpulan Obstetri Dan Ginekologi Indonesia (POGI).

Menurutnya, tim medis sudah berupaya melakukan pertolongan persalinan secara optimal dengan menjalankan SOP sesuai dengan tata laksana proses persalinan pada pasien.

"Dan, tindakan kedokteran didasarkan upaya maksimal berdasarkan tata laksana dan SOP dengan mengedepankan keselamatan pasien dalam hal ini ibu dan janin,"terangnya.

Rumah Sakit Sebut Tidak Ada Permintaan Prosedur Operasi Caesar

Chori mengklaim pihaknya tidak pernah menerima permohonan dari pasien untuk dilakukan tindakan operasi Caesar (Sectio Caesarea).

Pernyataan ini bersebrangan dengan klaim pasien yang menuturkan adanya permohonan operasi Caesar karena pasien merasa mengalami kenaikan badan yang drastis.

"Kami sudah lakukan audit internal dari semua yang jaga saat itu, semua  menyatakan tidak ada permintaan sesar,"ujar Chori.

Sementara itu, saat ditanya tindakan medis yang dilakukan oleh dokter terhadap pasien berdasarkan prosedur seperti apa. Dia menjawab, untuk memutuskan suatu tindakan atau prosedur medis itu dilakukan oleh Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) rumah sakit.

"Dan, kebetulan DPJP kami yang menangani pasien ini. Jadi, kalau menurut saya sebagai manajemen mengembalikan hal itu sepenuhnya oleh DPJP, karena yang mempunyai kompetensi atau tanggung jawab untuk mengoperasi itu ada DPJP tadi, dan pertimbangannya pasti itu sesuai dengan kompetensi sebagai dokter kandungan,"tuturnya.

Termasuk, tindakan proses untuk penanganan bayi dari pasien yang  lahir dengan bobot seberat di atas 3,5 kilogram. Kata dia, semua berdasarkan keputusan DPJP.

"Kalau anjuran ini harus sesar, ini harus normal , atau bisa tindakan lain, itu kami semua dikembalikan ke dokter DPJP nya,"ucapnya.

Soal Pemberitahuan Informed Consent Sebelum Tindakan 

Chori mejelaskan dalam dunia medis tindakan medis terbagi dua yakni kegawatdaruratan dan ketidak kegawatdaruratan.

Jadi, apabila dalam kegawatdaruratan informed content dapat disampaikan secara lisan karena mengejar waktu.

" Kalau memang dalam kondisi kritis tidak bisa disampaikan melalui infomerd content pasti akan disampaikan secara lisan,"ucapnya.

Sementara itu untuk kasus pasien ini, dia menuturkan, pihaknya sudah memberikan infomerd consent persalinan.

Sedangkan untuk tindakan vakum pada pasien disampaikan langsung secara lisan kepada pasien dan wali pasien dalam hal ini suami pasien.

"Kalau informed consent persalinan kami sudah ada dari awal. Namun, untuk tindakan vakum kami memang menyampaikan secara lisan kepada pasien dan suaminya, dan dijawab " yang terbaik,"urainya.

Sebelumnya diberitakan,  dugaan malapraktik berawal dari pengaduan seorang ibu bernama Nurul Hidayah Isnaniyah (34), ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI), pada Juni 2024 lalu. 

Aduan dikarenakan adanya dugaan malpraktik saat Nurul Hidayah Isnaniyah menjalani persalinan yang ditangani dr Anita Rohmah, Sp.OG, di RSIA Allaudya, pada April 2023 lalu.

Kejadian dugaan malapraktik ini membuat tangan sebelah kiri bayi-nya menjadi lumpuh.

Nurul menceritakan kronologi bermula saat dirinya melakukan pemeriksaan kehamilan, pada 2 April 2023.

Pemeriksaan dilakukan yakni Vaginal Touch (VT) oleh bidan yang menyatakan masuk persalinan dengan pembukaan 2 tipis.

Kemudian, pada hari yang sama pihaknya diarahkan ke kamar perawatan karena khawatir bayi lahir jika pulang ke rumah.

"Saat itu saya pun mengambil kelas perawatan VIP,"ujarnya.

Kemudian pada 3 April 2023, dilakukan VT oleh bidan dikatakan masih pembukaan 3 tipis.

Kemudian, karena merasakan kontraksi yang sangat sakit dirinya meminta kepada sang suami untuk tindakan Sectio Caesarea atau operasi sesar. 

Suami Nurul meminta bidan untuk berkonsultasi ke dr. Anita. Namun, pihaknya diminta menunggu lagi agar persalinan dapat dilakukan secara normal.

Masih di hari yang sama, sekitar pukul 11.35 WIB, dr. Anita masuk ke ruang tindakan, lalu menyatakan sudah pembukaan 10.

Dia mengatakan, dr. Anita melakukan vakum tanpa informed concent yang seharusnya ditandatangani oleh suaminya.

Pukul 11.55 WIB, bayi Nurul lahir dengan kondisi berat bayi baru lahir (BBL) 4.800 gram dan panjang 52 cm. 

“Saya dan suami sangat terkejut dan khawatir, karena bayi kami sebegitu besar. Kami khawatir,” ucapnya.

Kemudian, pada pukul 14.00 WIB, dokter spesialis lain di RSIA Allaudya merujuk bayinya ke RSUD Wonosari, sebab besarnya bayi, sehingga perlu ada pemeriksaan dan observasi lanjutan.

 “Dokter ini juga menyampaikan bahwa akibat proses persalinan pada saat bahu bayi coba dilahirkan, terjadi distosia bahu, dan tidak ada gerakan lengan sebelah kiri bayi saya. Kemungkinan bayi saya mengalami erbs palsy,” lanjutnya.

Kemudian, dari hasil rontgen menunjukkan tidak ada patah tulang atau kelainan pada lengan bayi. Dokter jaga di UGD RSUD Wonosari memperkirakan ada masalah pada syaraf bayinya.

Atas kejadian ini, Pada 26 Maret 2024, mediasi sempat dilakukan antara Nurul dengan dr. Anita Rohmah, perwakilan RSIA Allaudya, dan perwakilan IDI Gunungkidul dengan disaksikan Unit Krimsus Polres Gunungkidul. 

“Setelah dari mediasi itu, tidak ada kabar lagi dari Polres maupun dr. Anita, kami anggap ini deadlock. Maka dari itu kami melaporkan dugaan malapraktik ini ke MKDKI,” jelasnya (ndg)
 

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved