Ramai-ramai Tolak Program Tapera, Pengusaha Anggap Beratkan Pekerja
Jokowi menerbitkan PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera)
"Fraksi PKS mendorong agar kelas menengah ini juga diperhatikan. Di satu sisi, penghasilan mereka melebihi kriteria MBR, sehingga tidak dapat membeli hunian subsidi.
Namun, di sisi lain, penghasilan mereka juga masih pas-pasan untuk membeli hunian nonsubsidi, sehingga akan semakin terbebani jika harus mencicil rumah sendiri tapi juga masih harus menyisihkan uang untuk Tapera," kata Anggota DPR RI dari Dapil NTB 1 ini.
Fraksi PKS, imbuh Suryadi, juga meminta agar kelas menengah tanggung seperti Generasi Milenial dan Gen Z saat ini lebih khusus lagi diperhatikan.
"Impian mereka untuk punya rumah sendiri akan menjadi semakin sulit terwujud karena penghasilannya tak pernah cukup untuk mencicil KPR. Dan tidak mungkin harus menunggu lama pensiun atau berusia 58 tahun baru dapat membeli rumah," ujarnya.
Selanjutnya, terkait Pekerja Mandiri yang pendapatannya tidak tetap, kadang cukup, kadang kurang, bahkan tidak ada penghasilan sama sekali.
"Tentunya iuran untuk Pekerja Mandiri ini perlu diatur oleh BP Tapera secara bijaksana dan perlu diklasifikasikan dengan baik agar tidak memberatkan para Pekerja Mandiri," jelasnya.
Berikutnya tambah Suryadi, terkait penyediaan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Terdapat Kepmen PUPR No. 242/KPTS/M/2020 yang mengatur batasan maksimal penghasilan MBR pada kelompok sasaran KPR Sejahtera, KPR SSB (Subsidi Selisih Bunga) dan SSM (Subsidi Bantuan Uang Muka), yaitu maksimal Rp 8 juta per bulan.
"Hal ini perlu dikaji lebih dalam apakah batasan ini perlu ditingkatkan mengingat saat ini masih banyak rumah bersubsidi yang terbengkalai karena tidak diserap oleh masyarakat," jelasnya.
Suryadi menambahkan, FPKS meminta adanya evaluasi terhadap pelaksanaan Tapera sejak tahun 2020 berdasarkan PP No. 25/2020, apakah Peserta Tapera yang MBR memang mengambil jatahnya untuk membeli rumah.
"Juga perlu dievaluasi apakah Peserta non-MBR yang sudah pensiun dan ingin mencairkan Tapera tidak mengalami prosedur yang rumit dan berbelit, terutama yang berdomisilinya di daerah," katanya.
Terakhir, bahwa proses pemupukan atau pengembangan dana Tapera ini harus diawasi secara ketat.
"FPKS mendesak agar pemilihan manajer investasi pada BP Tapera yang diberi tugas untuk mengelola dan mengembangkan dana Tapera ini harus transparan dan akuntabel dan diawasi secara ketat. Hal ini diperlukan agar dana Tapera tidak mengalami penyalahgunaan seperti pada kasus Jiwasraya dan Asabri, dan tidak dimasukkan dalam proyek-proyek yang berisiko tinggi seperti proyek IKN atau jangan sampai dialokasikan ke program pemerintah lainnya," tutup Suryadi. (Tribun Network/bel/igm/mat/wly)
Puluhan Pekerja Mebel di Bantul Tak Digaji, DPRD Bantul Komitmen Akan Perjuangkan Keadilan |
![]() |
---|
KSPSI Perjuangkan Penetapan Status Pekerja untuk Driver Ojol, Ini Alasannya |
![]() |
---|
Dijanjikan Pekerjaan Sebagai Koki, PMI Asal Jogja Disekap dan Dipaksa jadi Scammer di Kamboja |
![]() |
---|
Masih Ada Pekerja di Jogja yang Belum Terima BSU, Ini Kata BPJS Ketenagakerjaan |
![]() |
---|
Sempat Tertahan di Taiwan, Jenazah PMI Asal Gunungkidul Akhirnya Dimakamkan di Kampung Halaman |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.