Pembangunan Pengelolaan Sampah RDF
Warga Sitimulyo Tolak Pembangunan Tempat Pengolahan Sampah RDF Pemkot Yogyakarta, Ini Alasannya
Pembangunan tempat pengolahan sampah RDF Pemkot Yogyakarta berada di wilayah yang sebelumnya menjadi TPA Regional Piyungan.
Penulis: Neti Istimewa Rukmana | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA, BANTUL - Sejumlah warga dari Padukuhan Banyakan 1, 2 dan 3 serta Padukuhan Ngablak, Kalurahan Sitimulyo, Kapanewon Piyungan, Bantul, menginginkan TPA Regional Piyungan ditutup secara permanen.
Tokoh Masyarakat Padukuhan Banyakan 3, Triyanto, mengatakan sebenarnya di TPA Regional Piyungan sudah dilakukan peletakan batu pertama penutupan TPA Regional Piyungan pada Selasa (5/3/2024) lalu.
Namun, ternyata pada saat itu dibarengi dengan agenda peletakan batu pertama fasilitas pengolah sampah RDF Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta.
"Kan waktu itu ada info kalau akan ditutup, sehingga tidak ada aktivitas di sana. Tapi kok ada peletakan batu pertama fasilitas pengolah sampah RDF Pemerintah Kota Yogyakarta. Nah itu bikin masyarakat langsung bergejolak," katanya kepada Tribunjogja.com, Kamis (7/3/2024).
Baca juga: BREAKING NEWS : Warga Sitimulyo Bantul Tolak Pembangunan Pengelolaan Sampah RDF Pemkot Yogya
Puluhan warga dari Kalurahan Sitimulyo, Kapanewon Piyungan, Bantul pun menggelar aksi penolakan pembangunan tempat pengelolaan sampah Refuse Derived Fuel (RDF) yang akan digunakan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta, di Kalurahan Sitimulyo, Kamis (7/3/2024).
Dikatakannya, pembangunan tempat pengolahan RDF Pemkot Yogyakarta berada di wilayah yang sebelumnya menjadi TPA Regional Piyungan.
Hal itu dikatakannya membuat masyarakat merasa khawatir.
"Saat ini, kami merasa terganggu dengan bau sampahnya dan ada limbah lindi yang tidak diolah sama sekali di tempat TPA Regional Piyungan," tutur Triyanto.
Dari situ, menurut dia, kemudian menyebabkan pencemaran air di sumur-sumur warga setempat.
Baca juga: Warga Tolak Pembangunan Tempat Pengolahan Sampah Pemkot Yogya di Piyungan, DLHK DIY Angkat Bicara
Maka, mau tidak mau, warga setempat harus membeli air galon mineral untuk memenuhi kebutuhan konsumsi sehari-hari.
"Satu hari itu, per KK rata-rata bisa satu sampai dua galon air mineral. Itu untuk masak, minum dan sejenisnya. Kalau untuk cuci, mandi dan kebutuhan sejenisnya baru pakai air sumur," beber dia.
Saat ini, pihaknya terus mengawal pihak Kalurahan Sitimulyo agar tidak menandatangani persetujuan pembangunan fasilitas pengolah sampah RDF Pemkot Yogyakarta.
"Kami mengawal Pak Lurah, jangan sampai tanda tangan itu. Karena tahun 2022 pernah ada audiensi, kalau TPA Regional Piyungan sudah ditutup, ya ditutup saja. Tidak ada aktivitas apapun," jelasnya.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.